Selasa, 05 Oktober 2010

LAPORAN PRAKTEK LAPANG MANAJEMEN AKUAKULTUR TAWAR

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

MANAJEMEN AKUAKULTUR TAWAR

OLEH:
ANDRITYAS SAMIR

L 221 08 266

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2010



I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
     Indonesia merupakan Negara Kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau ±17.507 buah pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Indonesia dikenal sebagai Negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati (biodervisity) laut terbesar di dunia karena memiliki ekosistem-ekosisitem pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun yang sangat luas dan beraneka ragam (Lampe, 2008).
     Perikanan merupakan suatu bidang ilmu yang bersifat dinamis, dimana setiap waktu selalu berkembang dengan penemuan-penemuan baru yang berhubungan dengan pengelolaan, penangkapan, pembudidayaan dan sampai ke proses pemasaran. Jika tidak ada pengetahuan dasar fisiologi oleh ilmuan, maka keadaannya tidak akan berkembang seperti sekarang (http://www.musida.web.id/indo, 2009).
     Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dibidang perikanan. Laut indonesia adalah laut yang subur akan ikan. Potensi perikanan laut indonesia adalah sekitar 65 juta ton ikan ynag dapt ditangkap per tahun dan jumlah spesies sekitar 7000 jenis. Produksi perikanan indonesia sangat berlimpah dan beraneka ragam jenisnya. Potensi perikanan ini terdiri dari 7,3 juta ton pda sektor perikanan tangkap dan 57,7 juta ton pada sektor budidaya. Namun dari total keseluruhan hanya 9 % atau 6 juta ton baru dimanfaatkan saat ini indonesia menempati urutan ke 12 negara pengekspor produk perikanan (http://www.musida.web.id/indo, 2009).
     Budidaya ikan telah berkembang pesat di kolam biasa, di sawah, waduk, sungai air deras, bahkan ada yang dipelihara dalam keramba di perairan umum. Adapun sentra produksi ikan air tawar adalah: Ciamis, Sukabumi, Tasikmalaya, Bogor, Garut, Bandung Cianjur, Purwakarta (http://sutanmuda.wordpress.com,2007)

I.2 Tujuan dan Kegunaan
     Adapun tujuan dilakukannya praktek lapang Manajemen Akuakultur Tawar adalah untuk mengetahui secara langsung teknik dan metode budidaya yang digunakan pada BBI (Balai Benih Ikan) yang dikunjungi dalam praktek lapang.
     Adapun kegunaan dilakukannya praktek lapang Manajemen Akuakultur Tawar adalah agar mahasiswa mampu mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh di lapangan dan menambah informasi mengenai Manajemen akuakultur Tawar.


II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Mas (Cyprinus carpio)
    Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan memanjang pipih kesamping dan lunak. Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475 sebelum masehi di Cina. Di Indonesia ikan mas mulai dipelihara sekitar tahun 1920. Ikan mas yang terdapat di Indonesia merupakan merupakan ikan mas yang dibawa dari Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Ikan mas Punten dan Majalaya merupakan hasil seleksi di Indonesia. Saat ini sudah terdapat 10 ikan mas yang dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologisnya (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).
     Dalam ilmu taksonomi hewan, klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut:
Kelas : Osteichthyes
Anak kelas : Actinopterygii
Bangsa : Cypriniformes
Suku : Cyprinidae
Marga : Cyprinus
Jenis : Cyprinus carpio
     Budidaya ikan mas (Cyprinus carpio) telah lama berkembang di Indonesia. Selain mudah juga peluang usaha ikan mas cukup menjanjikan. Permintaan pasarnya tinggi, namun pasokan rendah. Keadan ini menjadikan harga ikan mas cukup menguntungkan. Budidaya ikan mas dilakukan dalam beberapa tahapan.

1. Persyaratan Lokasi
  • Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak poros. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
  • Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
  • Ikan mas dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl.
  • Kualitas air untuk pemeliharaan ikan mas harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik.
  • Ikan mas dapat berkembang pesat di kolam, sawah, kakaban, dan sungai air deras. Kolam dengan sistem pengairannya yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mas. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha, sedangkan untuk pembesaran di kolam air deras debitnya 100 liter/menit/m3.
  • Keasaman air (pH) yang baik adalah antara 7-8.
  • Suhu air yang baik berkisar antara 20-25 derajat C.
2. Penyiapan Sarana dan Peralatan
    Lokasi kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2–5% sehingga memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
a. Kolam pemeliharaan induk
   Luas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bamboo bagian dalamnya. Pintu pemasukan air bisa dengan paralon sedangkan untuk pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).
b. Kolam pemijahan
   Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk kolam empat persegi panjang. Untuk 1 ekor induk dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m2 dengan 18 buah ijuk/kakaban. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan kolam pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).
c. Kolam pendederan
    Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama dengan luas 25-500 m2 dan pendederan lanjutan 500-1000 m2 per petak. Pemasukan air bisa dengan paralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan pintu berbentuk monik. Fungsi kemalir adalah tempat berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk memudahkan penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah pembuangan (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).
3. Persiapan Media
    Yang dimaksud dengan persiapan adalah melakukan penyiapan media untuk pemeliharaan ikan, terutama mengenai pengeringan, pemupukan dlsb. Dalam menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu dilakukan adalah pengeringan kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk memberantas hama dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gram/m2, diberi pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-masing dengan dosis 50-700 gram/m2, bisa juga ditambahkan pupuk buatan yang berupa urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15 gram dan 10 gram/m2 (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).
4. Pembibitan
a. Pemilihan Bibit dan Induk
    Menurut Sutanmuda (2007), usaha pembenihan ikan mas dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara tradisional, semi intensif dan secara intensif. Dengan semakin meningkatnya teknologi budidaya ikan. Untuk peningkatan produksi benih perlu dilakukan penyeleksian terhadap induk ikan mas. Adapun ciri-ciri induk jantan dan induk betina unggul yang sudah matang untuk dipijah adalah sebagai berikut:
  • Betina: umur antara 1,5-2 tahun dengan berat berkisar 2 kg/ekor; Jantan: umur minimum 8 bulan dengan berat berkisar 0,5 kg/ekor.
  • Bentuk tubuh secara keseluruhan mulai dari mulut sampai ujung sirip ekor mulus, sehat, sirip tidak cacat.
  • Tutup insan normal tidak tebal dan bila dibuka tidak terdapat bercak putih; panjang kepala minimal 1/3 dari panjang badan; lensa mata tampak jernih.
  • Sisik tersusun rapih, cerah tidak kusam.
  • Pangkal ekor kuat dan normal dengan panjang panmgkal ekor harus lebih panjang dibandingkan lebar/tebal ekor.
    Sedangkan ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah sebagai berikut:
Betina
  • Badan bagian perut besar, buncit dan lembek.
  • Gerakan lambat, pada malam hari biasanya loncat-loncat.
  • Jika perut distriping mengeluarkan cairan berwarna kuning.
Jantan
  • Badan tampak langsing.
  • Gerakan lincah dan gesit.
  • Jika perut distriping mengeluarkan cairan sperma berwarna putih.
5. Sistim Pembenihan/Pemijahan
    Saat ini dikenal dua macam sistim pemijahan pada budidaya ikan mas, yaitu:
a. Sistim pemijahan tradisional Dikenal beberapa cara melakukan pemijahan secara tradisional, yaitu: Luas kolam pemijahan 25-30 m2, dasar kolam sedikit berlumpur, kolam dikeringkan lalu diisi air pada pagi hari, induk dimasukan pada sore hari, disediakan injuk untuk menepelkan telur, setelah proses pemijahan selesai, ijuk dipindah ke kolam penetasan.
b. Sistim kawin suntik
    Pada sisitim ini induk baik jantan maupun betina yang matang bertelur dirangsang untuk memijah setelah penyuntikan ekstrak kelenjar hyphofisa ke dalam tubuh ikan. Kelenjar hyphofise diperoleh dari kepala ikan donor (berada dilekukan tulang tengkorak di bawah otak besar). Setelah suntikan dilakukan dua kali, dalam tempo 6 jam induk akan terangsang (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).
6. Pembenihan/Pemijahan
    Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemijahan ikan mas:
  • Dasar kolam tidak berlumpur, tidak bercadas.
  • Air tidak terlalu keruh; kadar oksigen dalam air cukup; debit air cukup; dan suhu berkisar 25 derajat C.
  • Diperlukan bahan penempel telur seperti ijuk atau tanaman air.
  • Jumlah induk yang disebar tergantung dari luas kolam, sebagai patokan seekor induk berat 1 kg memerlukan kolam seluas 5 m2. Pemberian makanan dengan kandungan protein 25%. Untuk pellet diberikan secara teratur 2 kali sehari (pagi dan sore hari) dengan takaran 2-4% dari jumlah berat induk ikan.
7. Pemeliharaan Bibit/Pendederan
    Pendederan atau pemeliharaan anak ikan mas dilakukan setelah telur-telur hasil pemijahan menetas. Dilakukan pada kolam pendederan (luas 200-500 m2) kolam diberi kapur dan dipupuk dan pemberian pakan untuk bibit diseuaikan dengan ketentuan (http://sutanmuda.wordpress.com,2007). Pendederan ikan mas dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
  • Tahap I: umur benih yang disebar sekitar 5-7 hari (ukuran1-1,5 cm); jumlah benih yang disebar 100-200 ekor/m2; lama pemeliharaan 1 bulan; ukuran benih 2-3 cm.
  • Tahap II: umur benih setelah tahap I selesai; jumlah benih yang disebar 50-75 ekor/m2; lama pemeliharaan 1 bulan; ukuran benih menjadi 3-5 cm.
  • Tahap III: umur benih setelah tahap II selesai; jumlah benih yang disebar 25-50 ekor/m2; lama pemeliharaan 1 bulan; ukuran benih menjadi 5-8 cm; perlu penambahan makanan 3-5% dari jumlah bobot benih.
  • Tahap IV: umur benih setelah tahap III selesai; jumlah benih yang disebar=3-5 ekor/m2; lama pemeliharaan 1 bulan; ukuran benih menjadi 8-12 cm; perlu penambahan makanan 3-5% dari jumlah bobot benih.
8. Pemeliharaan Pembesaran
   Pemeliharaan pembesaran dapat dilakukan secara polikultur maupun monokultur.Beberapa tahapan Pemeliharaan adalah:
a. Pemupukan
    Pemupukan dengan kotoran kandang (ayam) sebanyak 250-500 gram/m2, TSP 10 gram/m2, Urea 10 gram/m2, kapur 25-100 gram/m2. Setelah itu kolam diisi air 39-40 cm. Biarkan 5-7 hari.
b. Penebaran
    Padat penebaran ikan tergantung pemeliharaannya. Jika hanya mengandalkan pakan alami dan dedak, maka padat penebaran adalah 100-200 ekor/m2, sedangkan bila diberi pakan pellet, maka penebaran adalah 300-400 ekor/m2 (benih lepas hapa). Penebaran dilakukan pada pagi/sore hari saat suhu rendah (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).
c. Pemberian Pakan
   Dalam pembenihan secara intensif biasanya diutamakan pemberian pakan buatan. Perawatan larva dalam hapa sekitar 4-5 hari. Setelah larva tidak menempel pada kakaban (3-4 hari) kakaban diangkat dan dibersihkan. Pemberian pakan untuk larva, 1 butir kuning telur rebus untuk 100.000 ekor/hari. Caranya kuning telur dibuat suspensi (1/4 liter air untuk 1 butir), kuning telur diremas dalam kain kemudian diberikan pada benih, perawatan 5-7 hari (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).
9. Hama dan Penyakit
a. Hama
  • Bebeasan (Notonecta): Berbahaya bagi benih karena sengatannya. Pengendalian: menuangkan minyak tanah ke permukaan air 500 cc/100 meter persegi.
  • Ucrit (Larva cybister): Menjepit badan ikan dengan taringnya hingga robek. Pengendalian: sulit diberantas; hindari bahan organik menumpuk di sekitar kolam..
  • Ular: Menyerang benih dan ikan kecil. Pengendalian: lakukan penangkapan; pemagaran kolam.
  • Ikan gabus,belut dan kepiting: Memangsa ikan kecil. Pengendalian:pintu masukan air diberi saringan atau lakukan penangkapan
b. Penyakit
  • Bintik putih (White spot): Gejala: pada bagian tubuh (kepala, insang, sirip) tampak bintik-bintik putih, pada infeksi berat terlihat jelas lapisan putih. Pengendalian: direndam dalam larutan Methylene blue 1% (1 gram dalam 100 cc air) larutan ini diambil 2-4 cc dicampur 4 liter air selama 24 jam dan Direndam dalam garam dapur NaCl selama 10 menit, dosis 1-3 gram/100 cc air.
  • Bengkak insang dan badan ( Myxosporesis): Gejala: tutup insang selalu terbuka oleh bintik kemerahan, bagian punggung terjadi pendarahan. Pengendalian; pengeringan kolam secara total, ditabur kapur tohon 200 gram/m2 , biarkan selama 1-2 minggu.
  • Cacing insang, sirip, kulit (Dactypogyrus dan girodactylogyrus): Gejala: ikan tampak kurus, sisik kusam, sirip ekor kadang-kadang rontok, ikan menggosok-gosokkan badannya pada benda keras disekitarnya, terjadi pendarahan dan menebal pada insang. Pengendalian:direndan dalam larutan formalin 250 gram/m3 selama 15 menit dan direndam dalam Methylene blue 3 gram/m3 selama 24 jam; hindari penebaran ikan yang berlebihan.
  • Kutu ikan (argulosis): Gejala: benih dan induk menjadi kurus, karena dihisap darahnya. Bagian kulit, sirip dan insang terlihat jelas adanya bercak merah (hemorrtage). Pengendalian: ikan yang terinfeksi direndan dalam garam dapur 20 gram/liter air selama 15 menit dan direndam larutan PK 10 ppm (10 ml/m3) selama 30 menit; dengan pengeringan kolam hingga retak-retak.
  • Jamur (Saprolegniasis): Menyerang bagian kepala, tutup insang, sirip dan bagian yang lainnya. Gejala: tubuh yang diserang tampak seperti kapas. Telur yang terserang jamur, terlihat benang halus seperti kapas. Pengendalian: direndam dalam larutan Malactile green oxalat (MGO) dosis 3 gram/m3 selama 30 menit; telur yang terserang direndam dengan MGO 2-3 gram/m3 selama 1 jam.
10. Panen
• Pemanenan Benih
   Sebelum dilakukan pemanenan benih ikan, terlebih dahulu dipersiapkan alat tangkap dan sarana yang disiapkan diantaranya keramba, ember biasa, ember lebar, seser halus sebagai alat tangkap benih, jaring atau hapa sebagai penyimpanan benih sementara, saringan yang digunakan untuk mengeluarkan air dari kolam agar benih ikan tidak terbawa arus, dan bak-bak penampungan yang berisi air bersih untuk penyimpanan benih hasil panen. Menurut Sutanmuda (2007), bahwa panen benih ikan dimulai pagi-pagi, yaitu antara jam 04.00–05.00 pagi dan sebaiknya berakhir tidak lebih dari jam 09.00 pagi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terik matahari yang dapat membuat ikan jadi stress. Pemanenan dilakukan mula-mula dengan menyurutkan air kolam pendederan sekitar pukul 04.00 atau 05.00 pagi secara perlahan-lahan agar ikan tidak stress akibat tekanan air yang berubah secara mendadak. Setelah air surut benih mulai ditangkap dengan seser halus atau jaring dan ditampung dalam ember atau keramba. Benih dapat dipanen setelah dipelihara selama 21 hari. Pemanenan yang dapat diperoleh dapat mencapai 70-80% dengan ukuran benih antara 8-12 cm.
• Pemanenan Hasil Pembesaran
  Untuk menangkap/memanen ikan hasil pembesaran umumnya dilakukan panen total. Menurut Sutanmuda (2007), umur ikan mas yang dipanen berkisar antara 3-4 bulan dengan berat berkisar antara 400-600 gram/ekor. Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam, hingga ketinggian air tinggal 10-20 cm. Petak pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 2 m2 di depan pintu pengeluaran (monik), sehingga memudahkan dalam penangkapan ikan. Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus.
• Pasca Panen
  Penanganan pascapanen ikan mas dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar.
Penanganan ikan hidup
   Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Menurut Sutanmuda (2007), hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat pengangkutan dilakukan pada pagi hari atau sore hari. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.
Penanganan ikan segar
   Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka. Sebelum dikemas, ikan dicuci agar bersih dan lendir. Wadah pengangkut bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum 50 cm. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C. Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup kotak (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).

B. Ikan Lele (Clarias batracus)
    Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan kulit licin. Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di negara lain dikenal dengan nama mali (Afrika), plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka), ca tre trang (Jepang). Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan (http://sutanmuda.wordpress.com,2007)..
     Klasifikasi ikan lele menurut Hasanuddin Saanin dalam Djatmika et al (1986) adalah:
Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Phyllum : Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
Klas : Pisces
Sub-klas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias batracus
    Budidaya ikan lele memiliki banyak keuntungan karena dapat dijadikan sebagai bahan makanan Ikan lele dari jenis Clarias batrachus juga dapat dimanfaatkan sebagai ikan pajangan atau ikan hias. Ikan lele yang dipelihara di sawah dapat bermanfaat untuk memberantas hama padi berupa serangga air, karena merupakan salah satu makanan alami ikan lele. Ikan lele juga dapat diramu dengan berbagai bahan obat lain untuk mengobati penyakit asma, menstruasi (datang bulan) tidak teratur, hidung berdarah, kencing darah dan lain-lain (http://www.musida.web.id/indo, 2010). Oleh karena itulah dilakukan pembudidayaan ikan lele. Beberapa tahapan dalam pembudidayaan ikan lele adalah sebagai berikut:
1. Persyaratan Lokasi
  • Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos, berlumpur dan subur. Lahan yang dapat digunakan untuk budidaya lele dapat berupa: sawah, kecomberan, kolam pekarangan, kolamkebun, dan blumbang.
  • Ikan lele hidup dengan baik di daerah dataran rendah sampai daerah yang tingginya maksimal 700 m dpl.
  • Elevasi tanah dari permukaan sumber air dan kolam adalah 5-10%. Lokasi untuk pembuatan kolam harus berhubungan langsung atau dekat dengan sumber air dan tidak dekat dengan jalan raya.
  • Ikan lele dapat hidup pada suhu 20°C, dengan suhu optimal antara 25-28°C. Sedangkan untuk pertumbuhan larva diperlukan kisaran suhu antara 26-30°C dan untuk pemijahan 24-28 ° C.
  • Ikan lele dapat hidup dalam perairan agak tenang dan kedalamannya cukup, sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan kurang oksigen.
  • Perairan tidak boleh tercemar oleh bahan kimia, limbah industry atau mengandung kadar minyak dan bahan yang dapat mematikan ikan.
  • Perairan yang banyak mengandung zat-zat yang dibutuhkan ikan dan bahan makanan alami. Perairan tersebut bukan perairan yang rawan banjir.
  • Mempunyai pH 6,5–9, kesadahan (derajat butiran kasar ) maksimal 100 ppm dan optimal 50 ppm, kebutuhan O2 optimal pada range yang cukup lebar, dari 0,3 ppm untuk yang dewasa sampai jenuh untuk burayak; dan kandungan CO2 kurang dari 12,8 mg/liter, amonium terikat 147,29-157,56 mg/liter.
2. Penyiapan Sarana dan Peralatan
   Menurut Sutanmuda (2007), bahwa alam pembuatan kolam pemeliharaan ikan lele sebaiknya ukurannya tidak terlalu luas. Hal ini untuk memudahkan pengontrolan dan pengawasan. Sebaiknya bagian dasar dan dinding kolam dibuat permanen.

3. Penyiapan Bibit dab Pemilihan Induk
a. Pemilihan Induk
    Ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah sebagai berikut:
Ciri-ciri induk lele jantan:
  • Kepalanya lebih kecil dari induk ikan lele betina.
  • Warna kulit dada agak tua bila dibanding induk ikan lele betina.
  • Urogenital papilla (kelamin) agak menonjol, memanjang ke arah belakang, terletak di belakang anus, dan warna kemerahan.
  • Gerakannya lincah, tulang kepala pendek dan agak gepeng.
  • Perutnya lebih langsing dan kenyal bila dibanding induk betina.
  • Bila bagian perut di stripping secara manual dari perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan putih kental (spermatozoa-mani).
  • Kulit lebih halus dibanding induk ikan lele betina.
Ciri-ciri induk lele betina
  • Kepalanya lebih besar dibanding induk lele jantan.
  • Warna kulit dada agak terang dan perutnya lebih gembung, lunak
  • Urogenital papilla (kelamin) berbentuk oval (bulat daun), berwarna kemerahan, lubangnya agak lebar dan terletak di belakang anus.
  • Gerakannya lambat, tulang kepala pendek dan agak cembung.
  • Bila bagian perut di stripping secara manual dari bagian perut ke arah ekor akan mengeluarkan cairan kekuning-kuningan (ovum/telur).
Adapun ciri-ciri induk jantan dan induk betina unggul yang sudah matang untuk dipijah adalah sebagai berikut:

• Syarat induk lele yang baik:

 Kulitnya lebih kasar dibanding induk lele jantan.

 Induk lele diambil dari lele yang dipelihara dalam kolam sejak kecil supaya terbiasa hidup di kolam.

 Berat badannya berkisar antara 100-200 gram, tergantung kesuburan badan dengan ukuran panjang 20-5 cm.

 Bentuk badan tidak bengkok, tidak cacat, tidak luka, dan lincah.

 Umur induk jantan di atas 7 bulan, sedangkan induk betina berumur 1 tahun.

 Frekuensi pemijahan bisa satu bulan sekali, dan sepanjang hidupnya bisa memijah lebih dari 15 kali dengan syarat apabila makanannya mengandung cukup protein.

• Ciri-ciri induk lele siap memijah

Calon induk terlihat mulai berpasang-pasangan, kejar-kejaran antara yang jantan dan yang betina. Induk tersebut segera ditangkap dan ditempatkan dalam kolam tersendiri untuk dipijahkan.

• Perawatan induk lele:

 Selama masa pemijahan dan masa perawatan, induk ikan lele diberi makanan yang berkadar protein tinggi seperti cincangan daging bekicot, larva lalat/belatung, rayap atau makanan buatan (pellet). Ikan lele membutuhkan pellet dengan kadar protein yang relative tinggi, yaitu ± 60%. Cacing sutra kurang baik untuk makanan induk lele, karena kandungan lemaknya tinggi. Pemberian cacing sutra harus dihentikan seminggu menjelang perkawinan atau pemijahan.

 Makanan diberikan pagi hari dan sore hari dengan jumlah 5-10% dari berat total ikan.

 Setelah benih berumur seminggu, induk betina dipisahkan, sedangkan induk jantan dibiarkan untuk menjaga anak-anaknya. Induk jantan baru bisa dipindahkan apabila anak-anak lele sudah berumur 2 minggu.

 Mengatur aliran air masuk yang bersih, walaupun kecepatan aliran tidak perlu deras, cukup 5-6 liter/menit.

4. Pemijahan

a. Pemijahan Tradisional

• Kolam induk:

 Kolam dapat berupa tanah seluruhnya atau tembok sebagian dengan dasar tanah. Luas bervariasi, minimal 50 m2 dan terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian dangkal (70%) dan bagian dalam (kubangan) 30 % dari luas kolam.

 Pada sisi-sisi kolam ada sarang peneluran dengan ukuran 30×30x25 cm3, dari tembok yang dasarnya dilengkapi saluran pengeluaran dari pipa paralon diameter 1 inchi untuk keluarnya benih ke kolam pendederan.

 Setiap sarang peneluran mempunyai satu lubang yang dibuat dari pipa paralon (PVC) ukuran ± 4 inchi untuk masuknya induk-induk lele dan jarak antar sarang peneluran ± 1 m.

 Kolam dikapur merata, lalu tebarkan pupuk kandang (kotoran ayam) sebanyak 500-750 gram/m2.

 Airi kolam sampai batas kubangan, biarkan selama 4 hari. Kolam Rotifera (cacing bersel tunggal), letak kolam rotifera di bagian atas dari kolam induk berfungi untuk menumbuhkan makanan alami ikan.

• Pemijahan:

 Siapkan induk lele betina sebanyak 2 x jumlah sarang yang tersedia dan induk jantan sebanyak jumlah sarang; atau satu pasang persarang; atau satu pasang per 2-4 m2 luas kolam.

 Masukkan induk yang terpilih ke kubangan, setelah kubangan diairi selama 4 hari.

 Beri/masukkan makanan yang berprotein tinggi setiap hari seperti cacing, ikan rucah, pellet dan semacamnya, dengan dosis (jumlah berat makanan) 2-3% dari berat total ikan yang ditebarkan dan biarkan sampai 10 hari.

 Setelah induk dalam kolam selama 10 hari, air dalam kolam dinaikkan sampai 10-15 cm di atas lubang sarang peneluran atau kedalaman air dalam sarang sekitar 20-25 cm. Pada saat ini induk tak perlu diberi makan, dan diharapkan selama 10 hari berikutnya induk telah memijah dan bertelur. Setelah 24 jam, telur telah menetas di sarang, terkumpullah benih lele. Induk lele yang baik bertelur 2-3 bulan satu kali bila makanannya baik dan akan bertelur terus sampai umur 5 tahun.

 Benih lele dikeluarkan dari sarang ke kolam pendederan dengan cara: air kolam disurutkan sampai batas kubangan, lalu benih

dialirkan melalui pipa pengeluaran.

 Benih-benih lele yang sudah dipindahkan ke kolam pendederan diberi makanan secara intensif, ukuran benih 1-2 cm, dengan

kepadatan 60 -100 ekor/m2.

 Dari seekor induk lele dapat menghasilkan ± 2000 ekor benih lele. Pemijahan induk lele biasanya terjadi pada sore hari atau malam hari.

b. Pemijahan Buatan

Cara ini disebut Induced Breeding atau hypophysasi yakni merangsang ikan lele untuk kawin dengan cara memberikan suntikan berupa cairan hormon ke dalam tubuh ikan. Hormon hipophysa berasal dari kelenjar hipophysa, yaitu hormon gonadotropin. Fungsi hormon gonadotropin: Gametogenesis: memacu kematangan telur dan sperma, disebut Follicel Stimulating Hormon. Setelah 12 jam penyuntikan, telur mengalami ovulasi (keluarnya telur dari jaringan ikat indung telur). Selama ovulasi, perut ikan betina akan membengkak sedikit demi sedikit karena ovarium menyerap air. Saat itu merupakan saat yang baik untuk melakukan pengurutan perut (stripping). Mendorong nafsu sex (libido) (http://www.musida.web.id/indo, 2010)

5. Perlakuan dan Perawatan Bibit

a. Kolam untuk pendederan:

• Bentuk kolam pada minggu 1-2, lebar 50 cm, panjang 200 cm, dan tinggi 50 cm. Dinding kolam dibuat tegak lurus, halus, dan licin, sehingga apabila bergesekan dengan tubuh benih lele tidak akan melukai. Permukaan lantai agak miring menuju pembuangan air. Kemiringan dibuat beda 3 cm di antara kedua ujung lantai, di mana yang dekat tempat pemasukan air lebih tinggi. Pada lantai dipasang paralon dengan diameter 3-5 cm dan panjang 10 m.

• Kira-kira 10 cm dari pengeluaran air dipasang saringan yang dijepit dengan 2 bingkai kayu tepat dengan permukaan dalam dinding kolam. Di antara 2 bingkai dipasang selembar kasa nyamuk dari bahan plastic berukuran mess 0,5-0,7 mm, kemudian dipaku.

• Setiap kolam pendederan dipasang pipa pemasukan dan pipa air untuk mengeringkan kolam. Pipa pengeluaran dihubungkan dengan pipa plastik yang dapat berfungsi untuk mengatur ketinggian air kolam. Pipa plastik tersebut dikaitkan dengan suatu pengait sebagai gantungan.

• Minggu ke 3, benih dipindahkan ke kolam pendederan yang lain. Pengambilannya tidak boleh menggunakan jaring, tetapi dengan mengatur ketinggian pipa plastik.

• Kolam pendederan yang baru berukuran 100 x 200 x 50 cm, dengan bentuk dan konstruksi sama dengan yang sebelumnya.

b. Penjarangan:

• Penjarangan adalah mengurangi padat penebaran yang dilakukan karena ikan lele berkembang ke arah lebih besar, sehingga volume ratio antara lele dengan kolam tidak seimbang. Apabila tidak dilakukan penjarangan dapat mengakibatkan ikan berdesakan, sehingga tubuhnya akan luka terjadi perebutan ransum makanan dan suatu saat dapat memicu mumculnya kanibalisme (ikan yang lebih kecil dimakan oleh ikan yang lebih besar). Cara penjarangan pada benih ikan lele :

- Minggu 1-2, kepadatan tebar 5000 ekor/m2

- Minggu 3-4, kepadatan tebar 1125 ekor/m2

- Minggu 5-6, kepadatan tebar 525 ekor/m2

c. Pemberian pakan:

• Hari pertama – ke 3, benih lele mendapat makanan dari kantong kuning telur (yolk sac) yang dibawa sejak menetas.

• Hari ke 4 - minggu ke 2 diberi makan zooplankton, yaitu Daphnia dan Artemia yang mempunyai protein 60%. Makanan tersebut diberikan dengan dosis 70% x biomassa setiap hari yang dibagi dalam 4 kali pemberian. Makanan ditebar disekitar tempat pemasukan air. Kira-kira 2-3 hari sebelum pemberian pakan zooplankton berakhir, benih lele diberi makanan dalam bentuk tepung yang berkadar protein 50%. Sedikit dari tepung tersebut diberikan kepada benih 10-15 menit sebelum pemberian zooplankton.

• Minggu ke 3 diberi pakan sebanyak 43% x biomassa setiap hari.

• Minggu ke 4 dan ke 5 diberi pakan sebanyak 32% x biomassa setiap/hari.

• Minggu ke 5 diberi pakan sebanyak 21% x biomassa setiap hari.

• Minggu keenam sudah bisa dicoba dengan pemberian pelet apung.

6. Pemeliharaan Pembesaran

a. Pemupukan

• Sebelum digunakan kolam dipupuk dulu. Pemupukan bermaksud untuk menumbuhkan plankton hewani dan nabati yang menjadi makanan alami bagi benih lele.

• Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang (kotoran ayam) dengan dosis 500-700 gram/m2. Dapat pula ditambah urea 15 gram/m2, TSP 20 gram/m2, dan amonium nitrat 15 gram/m2. Selanjutnya dibiarkan selama 3 hari.

• Kolam diisi kembali dengan air segar. Mula-mula 30-50 cm dan dibiarkan selama satu minggu sampai warna air kolam berubah menjadi coklat atau kehijauan yang menunjukkan mulai banyak jasad-jasad renik yang tumbuh sebagai makanan alami lele.

b. Pemberian Pakan

• Makanan Alami Ikan Lele berupa Zooplankton, larva, cacing-cacing, dan serangga air. Makanan berupa fitoplankton adalah Gomphonema spp (gol. Diatome), Anabaena spp (gol. Cyanophyta), Navicula spp (gol. Diatome), ankistrodesmus spp (gol. Chlorophyta).

• Ikan lele juga menyukai makanan busuk yang berprotein dan juga menyukai kotoran yang berasal dari kakus.

• Makanan Tambahan

Pemeliharaan di kecomberan dapat diberi makanan tambahan berupa sisa-sisa makanan keluarga, daun kubis, tulang ikan, tulang ayam yang dihancurkan, usus ayam, dan bangkai. Campuran dedak dan ikan rucah (9:1) atau campuran bekatul, jagung, dan bekicot (2:1:1).

• Makanan Buatan (Pellet)

Komposisi bahan (% berat): tepung ikan=27,00; bungkil kacang kedele=20,00; tepung terigu=10,50; bungkil kacang tanah=18,00; tepung kacang hijau=9,00; tepung darah=5,00; dedak=9,00; vitamin=1,00; mineral=0,500; kemudian diolah menjadi pellet

Cara pemberian pakan adalah sebagai berikut:

• Pellet mulai dikenalkan pada ikan lele saat umur 6 minggu dan diberikan pada ikan lele 10-15 menit sebelum pemberian makanan yang berbentuk tepung.

• Pada minggu 7 dan seterusnya sudah dapat langsung diberi makanan yang berbentuk pellet.

• Hindarkan pemberian pakan pada saat terik matahari, karena suhu tinggi dapat mengurangi nafsu makan lele.

c. Pemberian Vaksinasi

Menurut Sutanmuda (2007), pemberian vaksinasi bertujuan untuk mencegah penyakit karena bakteri, sebelum ditebarkan, lele yang berumur 2 minggu dimasukkan dulu ke dalam larutan formalin dengan dosis 200 ppm selama 10-15 menit. Setelah divaksinasi lele tersebut akan kebal selama 6 bulan. Pencegahan penyakit karena bakteri juga dapat dilakukan dengan menyutik dengan terramycin 1 cc untuk 1 kg induk. Pencegahan penyakit karena jamur dapat dilakukan dengan merendam lele dalam larutan Malachite Green Oxalate 2,5–3 ppm selama 30 menit.

7. Hama dan Penyakit

a. Hama

Di alam bebas dan di kolam terbuka, hama yang sering menyerang lele antara lain: berang-berang, ular, katak, burung, serangga, musang air, ikanngabus dan belut. Sedangkan di pekarangan, terutama yang ada di perkotaan, hama yang sering menyerang hanya katak dan kucing. Pemeliharaan lele secara intensif tidak banyak diserang hama.

b. Penyakit

Penyakit parasit adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme tingkat rendah seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa yang berukuran kecil.

• Penyakit karena bakteri Aeromonas hydrophilla dan Pseudomonas hydrophylla. Gejala: warna tubuh menjadi gelap, kulit kesat dan timbul pendarahan, bernafas megap-megap di permukaan air. Pengendalian: memelihara lingkungan perairan agar tetap bersih, termasuk kualitas air. Pengobatan melalui makanan antara lain: (1) Terramycine dengan dosis 50 mg/kg ikan/hari, diberikan selama 7–10 hari berturut-turut. (2) Sulphonamid sebanyak 100 mg/kg ikan/hari selama 3–4 hari.

• Penyakit Tuberculosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium fortoitum). Gejala: tubuh ikan berwarna gelap, perut bengkak (karena tubercle/bintil-bintil pada hati, ginjal, dan limpa). Posisi berdiri di permukaan air, berputar-putar atau miring-miring, bintik putih di sekitar mulut dan sirip. Pengendalian: memperbaiki kualitas air dan lingkungan kolam. Pengobatan: dengan Terramycin dicampur dengan makanan 5–7,5 gram/100 kg ikan/hari selama 5–15 hari.

• Penyakit karena jamur/candawan Saprolegnia. Gejala: ikan ditumbuhi sekumpulan benang halus seperti kapas, pada daerah luka atau ikan yang sudah lemah, menyerang daerah kepala tutup insang, sirip, dan tubuh lainnya. Penyerangan pada telur, maka telur tersebut diliputi benang seperti kapas. Pengendalian: benih gelondongan dan ikan dewasa direndam pada Malachyte Green Oxalate 2,5–3 ppm selama 30 menit dan telur direndam Malachyte Green Oxalate 0,1–0,2 ppm selama 1 jam atau 5–10 ppm selama 15 menit.

• Penyakit Bintik Putih dan Gatal/Trichodiniasis. Penyebab: parasit dari golongan Ciliata, bentuknya bulat, kadang-kadang amuboid, mempunyai inti berbentuk tapal kuda, disebut Ichthyophthirius multifilis. Gejala: (1) ikan yang diserang sangat lemah dan selalu timbul di permukaan air; (2) terdapat bintik-bintik berwarna putih pada kulit, sirip dan insang; (3) ikan sering menggosok-gosokkan tubuh pada dasar atau dinding kolam. Pengendalian: air harus dijaga kualitas dan kuantitasnya. Pengobatan: dengan cara perendaman ikan yang terkena infeksi pada campuran larutan Formalin 25 cc/m3 dengan larutan Malachyte Green Oxalate 0,1 gram/m3 selama 12–24 jam, kemudian ikan diberi air yang segar. Pengobatan diulang setelah 3 hari.

• Penyakit Cacing Trematoda disebabkan oleh cacing kecil Gyrodactylus dan Dactylogyrus. Cacing Dactylogyrus menyerang insang, sedangkan cacing Gyrodactylus menyerang kulit dan sirip. Gejala: insang yang dirusak menjadi luka-luka, kemudian timbul pendarahan yang akibatnya pernafasan terganggu. Pengendalian: (1) direndam Formalin 250 cc/m3 air selama 15 menit; (2) Methyline Blue 3 ppm selama 24 jam; (3) mencelupkan tubuh ikan ke dalam larutan Kalium -Permanganat (KMnO4) 0,01% selama 30 menit; (4) memakai larutan NaCl 2% selama 30 menit; (5) dapat juga memakai larutan NH4OH 0,5%

8. Panen

a. Penangkapan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan: Lele dipanen pada umur 6-8 bulan, kecuali bila dikehendaki, sewaktu-waktu dapat dipanen. Berat rata-rata pada umur tersebut sekitar 200 gram/ekor. Pada lele Dumbo, pemanenan dapat dilakukan pada masa pemeliharaan 3-4 bulan dengan berat 200-300 gram/ekornya. Apabila waktu pemeliharaan ditambah 5-6 bulan akan mencapai berat 1-2 kg dengan panjang 60-70 cm. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari supaya lele tidak terlalu kepanasan. Kolam dikeringkan sebagian saja dan ikan ditangkap dengan menggunakan seser halus, tangan, lambit, tangguh atau jaring. Bila penangkapan menggunakan pancing, biarkan lele lapar lebih dahulu. Bila penangkapan menggunakan jaring, pemanenan dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan, sehingga lele mudah ditangkap. Setelah dipanen, dipiarah dulu lele di dalam tong/bak/hapa selama 1-2 hari tanpa diberi makan agar bau tanah dan bau amisnya hilang (http://www.musida.web.id/indo, 2010).

b. Pasca Panen

Setelah dipanen, lele dibersihkan dari lumpur dan isi perutnya. Sebelum dibersihkan sebaiknya lele dimatikan terlebih dulu dengan memukul kepalanya memakai muntu atau kayu. Saat mengeluarkan kotoran, jangan sampai memecahkan empedu, karena dapat menyebabkan daging terasa pahit. Setelah isi perut dikeluarkan, ikan lele dapat dimanfaatkan untuk berbagai ragam masakan (http://www.musida.web.id/indo, 2010).


C. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Ikan nila berasal dari Sungal Nil dan danau-danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik. Bibit ikan didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).

Klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut:

Kelas : Osteichthyes

Sub-kelas : Acanthoptherigii

Crdo : Percomorphi

Sub-ordo : Percoidea

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus.


1. Persyaratan Lokasi

a. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.

b. Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.

c. Ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500 m dpl).

d. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik.

e. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang dan bersih, karena ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di air arus deras.

f. Nilai keasaman air (pH) tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5. Sedangkan keasaman air (pH) yang optimal adalah antara 7-8. Suhu air yang optimal berkisar antara 25-30 derajat C. Kadar garam air yang disukai antara 0-35 per mil.

2. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Sarana berupa kolam yang perlu disediakan dalam usaha budidaya ikan nila tergantung dari sistim pemeliharaannya (sistim 1 kolam, 2 kolam). Adapun jenis kolam yang umum dipergunakan dalam budidaya ikan nila antara lain:

a. Kolam pemeliharaan induk/kolam pemijahan

Kolam ini berfungsi sebagai kolam pemijahan, kolam sebaiknya berupa kolam tanah yang luasnya 50-100 m2 dan kepadatan kolam induk hanya 2 ekor/m2. Adapun syarat kolam pemijahan adalah suhu air berkisar antara 20-22 derajat C; kedalaman air 40-60 cm; dasar kolam sebaiknya berpasir (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).

b. Kolam pemeliharaan benih/kolam pendederan

Luas kolam tidak lebih dari 50-100 m2. Kedalaman air kolam antara 30-50 cm. Kepadatan sebaiknya 5-50 ekor/m2. Lama pemeliharaan di dalam kolam pendederan/ipukan antara 3-4 minggu, pada saat benih ikan berukuran 3-5 cm (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).

c. Kolam pembesaran

Kolam pembesaran berfungsi sebagai tempat untuk memelihara dan membesarkan benih selepas dari kolam pendederan. Adakalanya dalam pemeliharaan ini diperlukan beberapa kolam pembesaran, yaitu:

• Kolam pembesaran tahap I berfungsi untuk memelihara benih ikan selepas dari kolam pendederan. Kolam ini sebaiknya berjumlah antara 2-4 buah dengan luas maksimum 250-500 m2/kolam. Pembesaran tahap I ini tidak dianjurkan memakai kolam semen, sebab benih ukuran ini memerlukan ruang yang luas. Setelah benih menjadi gelondongan kecil maka benih memasuki pembesaran tahap kedua atau langsung dijual kepada pera petani.

• Kolam pembesaran tahap II berfungsi untuk memelihara benih gelondongan besar. Kolam dapat berupa kolam tanah atau sawah. Keramba apung juga dapat digunakan dengan mata jaring 1,25–1,5 cm. Jumlah penebaran pembesaran tahap II sebaiknya tidak lebih dari 10 ekor/m2.

• Pembesaran tahap III berfungsi untuk membesarkan benih. Diperlukan kolam tanah antara 80-100 cm dengan luas 500-2.000 m2.

d. Kolam/tempat pemberokan

Pembesaran ikan nila dapat pula dilakukan di jaring apung, berupa Hapa berukuran 1 x 2 m sampai 2 x 3 m dengan kedalaman 75-100 cm. Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kedalaman kolam. Selain itu sawah yang sedang diberokan dapat dipergunakan pula untuk pemijahan dan pemeliharaan benih ikan nila. Sebelum digunakan petak sawah diperdalam dahulu agar dapat menampung air sedalam 50-60 cm, dibuat parit selebar 1- 1,5 m dengan kedalaman 60-75 cm (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).

e. Peralatan

Alat-alat yang biasa digunakan dalam usaha pembenihan ikan nila diantaranya adalah: jala, waring (anco), hapa, seser, ember-ember, baskom berbagai ukuran, timbangan skala kecil (gram) dan besar (kg), cangkul, arit, pisau serta piring secchi (secchi disc) untuk mengukur kadar kekeruhan. Sedangkan peralatan lain yang digunakan untuk memanen/menangkap ikan nila antara lain adalah warring/scoopnet yang halus, keramba kemplung, keramba kupyak, fish bus, kekaban, sirib, anco/hanco, scoopnet, seser (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).

3. Persiapan Media

Yang dimaksud dengan persiapan adalah melakukan penyiapan media untuk pemeliharaan ikan, terutama mengenai pengeringan, pemupukan dlsb. Menurut Sutanmuda (2007), dalam menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu dilakukan adalah pengeringan kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk memberantas hama dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gram/m2, diberi pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-masing dengan dosis 50-700 gram/m2, bisa juga ditambahkan pupuk buatan yang berupa urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15 gram dan 10 gram/m2.

4. Pembibitan

a. Pemilihan Bibit dan Induk

Ciri-ciri induk bibit nila yang unggul adalah sebagai berikut:

• Mampu memproduksi benih dalam jumlah yang besar dengan kwalitas yang tinggi.

• Pertumbuhannya sangat cepat dan sangat responsif terhadap makanan buatan yang diberikan.

• Resisten terhadap serangan hama, parasit dan penyakit.

• Dapat tumbuh baik pada lingkungan perairan yang relatif buruk.

• Ukuran induk yang baik untuk dipijahkan yaitu 120-180 gram lebih per ekor dan berumur sekitar 4-5 bulan.

Adapun ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah sebagai berikut:

• Betina

 Terdapat 3 buah lubang pada urogenetial yaitu: dubur, lubang

 pengeluaran telur dan lubang urine.

 Ujung sirip berwarna kemerah-merahan pucat tidak jelas.

 Warna perut lebih putih dan warna dagu putih.

 Jika perut distriping tidak mengeluarkan cairan.

• Jantan

 Pada alat urogenetial terdapat 2 buah lubang yaitu: anus dan lubang sperma merangkap lubang urine.

 Ujung sirip berwarna kemerah-merahan terang dan jelas.

 Warna perut lebih gelap/kehitam-hitaman.

 Warna dagu kehitam-hitaman dan kemerah-merahan.

 Jika perut distriping mengeluarkan cairan.

Ikan nila sangat mudah kawin silang dan bertelur secara liar. Akibatnya, kepadatan kolam meningkat. Disamping itu, ikan nila yang sedang beranak lambat pertumbuhan sehingga diperlukan waktu yang lebih lama agar dicapai ukuran untuk dikonsumsi yang diharapkan. Untuk mengatasi kekurangan ikan nila di atas, maka dikembang metode kultur tunggal kelamin (monoseks) (http://sutanmuda.wordpress.com,2007). Dalam metode ini benih jantan saja yang dipelihara karena ikan nila jantan yang tumbuh lebih cepat dan ikan nila betina. Ada empat cara untuk memproduksi benih ikan nila jantan yaitu:

• Secara manual (dipilih)

• Sistem hibridisasi antarjenis tertentu

• Merangsang perubahan seks dengan hormone

• Teknik penggunaan hormon seks jantan ada dua cara.

Pada usaha pembenihan, kegiatan yang dilakukan adalah :

• Memelihara dan memijahkan induk ikan untuk menghasilkan burayak (anak ikan).

• Memelihara burayak (mendeder) untuk menghasilkan benih ikan yang lebih besar.

Usaha pembenihan biasanya menghasilkan benih yang berbeda-beda ukurannya. Hal ini berkaitan dengan lamanya pemeliharaan benih. Benih ikan nila yang baru lepas dan mulut induknya disebut “benih kebul”. Benih yang berumur 2-3 minggu setelah menetas disebut benih kecil, yang disebut juga putihan (Jawa Barat). Ukurannya 3-5 cm. Selanjutnya benih kecil dipelihara di kolam lain atau di sawah. Setelah dipelihara selama 3-1 minggu akan dihasilkan benih berukuran 6 cm dengan berat 8-10 gram/ekor. Benih ini disebut gelondongan kecil. Benih nila merah. Berumur 2-3 minggu, ukurannya ± 5 cm. Gelondongan kecil dipelihara di tempat lain lagi selama 1- 1,5 bulan. Pada umur ini panjang benih telah mencapai 10-12 cm dengan berat 15-20 gram. Benih ini disebut gelondongan besar (http://sutanmuda.wordpress.com,2007) .

5. Pemeliharaan Pembesaran

Dua minggu sebelum dan dipergunakan kolam harus dipersiapkan. Dasar kolam dikeringkan, dijemur beberapa hari, dibersihkan dari rerumputan dan dicangkul sambil diratakan. Tanggul dan pintu air diperbaiki jangan sampai teriadi kebocoran. Saluran air diperbaiki agar jalan air lancar. Dipasang saringan pada pintu pemasukan maupun pengeluaran air. Tanah dasar dikapur untuk memperbaiki pH tanah dan memberantas hamanya. Untuk dipergunakan kapur tohor sebanyak 100-300 kg/ha (bila dipakai kapur panas, Ca0). Kalau dipakai kapur pertanian dosisnya 500-1.000 kg/ha. Pupuk kandang ditabur dan diaduk dengan tanah dasar kolam. Dapat juga pupuk kandang dionggokkan di depan pintu air pemasukan agar bila diairi dapat tersebar merata. Dosis pupuk kandang 1-2 ton/ha. Setelah semuanya siap, kolam diairi. Mula-mula sedalam 5-10 cm dan dibiarkan 2-3 hari agar teriadi mineralisasi tanah dasar kolam.Lalu tambahkan air lagi sampai kedalaman 80- 100 cm. Kini kolam siap untuk ditebari induk ikan (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).

a. Pemupukan

Pemupukan dengan jenis pupuk organik, anorganik (Urea dan TSP), serta kapur. Cara pemupukan dan dosis yang diterapkan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh dinas perikanan daerah setempat, sesuai dengan tingkat kesuburan di tiap daerah. Beberapa hari sebelum penebaran benih ikan, kolam harus dipersiapkan dahulu. Pematang dan pintu air kolam diperbaiki, kemudian dasar kolam dicangkul dan diratakan. Setelah itu, dasar kolam ditaburi kapur sebanyak 100-150 kg/ha. Pengapuran berfungsi untuk menaikkan nilai pH kolam menjadi 7,0-8,0 dan juga dapat mencegah serangan penyakit. Selanjutnya kolam diberi pupuk organik sebanyak 300-1.000 kg/ha. Pupuk Urea dan TSP juga diberikan sebanyak 50 kg/ha. Urea dan TSP diberikan dengan dicampur terlebih dahulu dan ditebarkan merata di dasar kolam. Selesai pemupukan kolam diairi sedalam 10 cm dan dibiarkan 3-4 hari agar terjadi reaksi antara berbagai macam pupuk dan kapur dengan tanah. Hari kelima air kolam ditambah sampai menjadi sedalam 50 cm. Setelah seharisemalam, air kolam tersebut ditebari benih ikan. Pada saat itu fitoplankton mulai tumbuh yang ditandai dengan perubahan warna air kolam menjadi kuning kehijauan. Di dasar kolam juga mulai banyak terdapat organism renik yang berupa kutu air, jentik-jentik serangga, cacing, anak-anak siput dan sebagainya. Selama pemeliharaan ikan, air kolam diatur sedalam 75-100 cm. Pemupukan susulan harus dilakukan 2 minggu sekali, yaitu pada saat makanan alami sudah mulai habis. Pupuk susulan ini menggunakan pupuk organik sebanyak 500 kg/ha (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).

b. Pemberian Pakan

Pemupukan kolam telah merangsang tumbuhnya fitoplankton, zooplankton, maupun binatang yang hidup di dasar, seperti cacing, siput, jentik-jentik nyamuk dan chironomus (cuk). Semua itu dapat menjadi makanan ikan nila. Namun, induk ikan nila juga masih perlu pakan tambahan berupa pelet yang mengandung protein 30-40% dengan kandungan lemak tidak lebih dan 3%. Pembentukan telur pada ikan memerlukan bahan protein yang cukup di dalam pakannya. Perlu pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dan taoge dan daun-daunan/sayuran yang duris-iris. Boleh juga diberi makan tumbuhan air seperti ganggeng (Hydrilla). Banyaknya pelet sebagai pakan induk kira-kira 3% berat biomassa per han. Agar diketahui berat bio massa maka diambil sampel 10 ekor ikan, ditimbang, dan dirata-ratakan beratnya. Berat rata-rata yang diperoleh dikalikan dengan jumlah seluruh ikan di dalam kolam. Misal, berat rata-rata ikan 220 gram, jumlah ikan 90 ekor maka berat biomassa 220 x 90 = 19.800 g. Jumlah ransum per han 3% x 19.800 gram =594 gram. Ransum ini diberikan 2-3 kali sehari. Bahan pakan yang banyak mengandung lemak seperti bungkil kacang dan bungkil kelapa tidak baik untuk induk ikan. Apalagi kalau han tersebut sudah berbau tengik. Dedak halus dan bekatul boleh diberikan sebagai pakan. Bahan pakan seperti itu juga berfungsi untuk menambah kesuburan kolam (http://sutanmuda.wordpress.com,2007).

c. Pemeliharaan Kolam/Tambak

Sistem dan intensitas pemeliharaan ikan nila tergantung pada tempat pemeliharaan dan input yang tersedia. Target produksi harus disesuaikan dengan permintaan pasar. Biasanya konsumen menghendaki jumlah dan ukuran ikan yang berbeda-beda. Intensitas usaha dibagi dalam tiga tingkat, yaitu (http://sutanmuda.wordpress.com,2007) :

• Sistem ekstenslf (teknologi sederhana)

Sistem ekstensif merupakan sistem pemeliharaan ikan yang belum berkembang. Input produksinya sangat sederhana. Biasanya dilakukan di kolam air tawar. Dapat pula dilakukan di sawah. Pengairan tergantung kepada musim hujan. Kolam yang digunakan biasanya kolam pekarangan yang sempit. Hasil ikannya hanya untuk konsumsi keluarga sendiri. Sistem pemeliharaannya secara polikultur. Sistem ini telah dipopulerkan di wilayah desa miskin. Pemupukan tidak diterapkan secara khusus. Ikan diberi pakan berupa bahan makanan yang terbuang, seperti sisa-sisa dapur limbah pertanian (dedak, bungkil kelapa dll.). Perkiraan pemanenan tidak tentu. Ikan yang sudah agak besar dapat dipanen sewaktu-waktu. Hasil pemeliharaan sistem ekstensif sebenar cukup lumayan, karena pemanenannya bertahap. Untuk kolam herukuran 2 x 1 x 1 m ditebarkan benih ikan nila sebanyak 20 ruang berukuran 30 ekor. Setelah 2 bulan diambil 10 ekor, dipelihara 3 bulan kemudian beranak, demikian seterus. Total produksi sistem ini dapat mencapai 1.000 kg/ha/tahun 2 bln. Penggantian air kolam menggunakan air sumur. Penggantian dilakukan seminggu sekali.

• Sistem semi-Intensif (teknologi madya)

Pemeliharaan semi-intensif dapat dilakukan di kolam, di tambak, di sawah, dan di jaring apung. Pemeliharaan ini biasanya digunakan untuk pendederan. Dalam sistem ini sudah dilakukan pemupukan dan pemberian pakan tambahan yang teratur. Prasarana berupa saluran irigasi cukup baik sehingga kolam dapat berproduksi 2-3 kali per tahun. Selain itu, penggantian air juga dapat dilakukan secara rutin. Pemeliharaan ikan di sawah hanya membutuhkan waktu 2-2,5 bulan karena bersamaan dengan tanaman padi atau sebagai penyelang. OIeh karena itu, hasil ikan dan sawah ukurannya tak lebih dari 50 gr. Itu pun kalau benih yang dipelihara sudah berupa benih gelondongan besar. Budi daya ikan nila secara semi-intensif di kolam dapat dilakukan secara monokultur maupun secara polikultur. Pada monokultur sebaiknya dipakai sistem tunggal kelamin. Hal mi karena nila jantan lebih cepat tumbuh dan ikan nila betina. Sistem semi-intensif juga dapat dilakukan secara terpadu (intergrated), artinya kolam ikan dikelola bersama dengan usaha tani lain maupun dengan industri rumah tangga. Misal usaha ternak kambing, itik dan sebagainya. Kandang dibuat di atas kolam agar kotoran ternak menjadi pupuk untuk kolam. Usaha tani kangkung, genjer dan sayuran lainnya juga dapat dipelihara bersama ikan nila. Limbah sayuran menjadi pupuk dan pakan tambahan bagi ikan. Sedangkan lumpur yang kotor dan kolam ikan dapat menjadi pupuk bagi kebun sayuran. Usaha huler/penggilingan padi mempunyai hasil sampingan berupa dedak dan katul. Oleh karena itu, sebaiknya dibangun kolam ikan di dekat penggilingan tersebut. Hasil penelitian Balai Penelitian Perikanan sistem integrated dapat menghasilkan ikan sampai 5 ton atau lebih per 1 ha/tahun.

• Sistem intensif (teknologi maju)

Sistem pemeliharaan intensif adalah sistem pemeliharaan ikan paling modern. Produksi ikan tinggi sampai sangat tinggi disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Pemeliharaan dapat dilakukan di kolam atau tambak air payau dan pengairan yang baik. Pergantian air dapat dilakukan sesering mungkin sesuai dengan tingkat kepadatan ikan. Volume air yang diganti setiap hari sebanyak 20% atau bahkan lebih. Pada usaha intensif, benih ikan nita yang dipelihara harus tunggal dain jantan saja. Pakan yang diberikan juga harus bermutu. - Ransum hariannya 3% dan berat biomassa ikan per hari. Makanan sebaiknya berupa pelet yang berkadar protein 25-26%, lemak 6-8%. Pemberian pakan sebaiknya dilakukan oleh teknisinya sendiri dapat diamati nafsu makan ikan-ikan itu. Pakan yang diberikan knya habis dalam waktu 5 menit. Jika pakan tidak habis dalam waktu 5 menit berarti ikan mendapat gangguan. Gangguan itu berupa serangan penyakit, perubahan kualitas air, udara panas, terlalu sering diberi pakan.

6. Hama dan Penyakit

a. Hama

• Bebeasan (Notonecta)

Berbahaya bagi benih karena sengatannya. Pengendalian: menuangkan minyak tanah ke permukaan air 500 cc/100 m2.

• Ucrit (Larva cybister)

Menjepit badan ikan dengan taringnya hingga robek. Pengendalian: sulit diberantas; hindari bahan organik menumpuk di sekitar kolam.

• Kodok

Makan telur telur ikan. Pengendalian: sering membuang telur yang mengapung; menagkap dan membuang hidup-hidup.

• Ular

Menyerang benih dan ikan kecil. Pengendalian: lakukan penangkapan; pemagaran kolam.

• Burung

Memakan benih yang berwarna menyala seperti merah, kuning. Pengendalian: diberi penghalang bambu agar supaya sulit menerkam; diberi rumbai-rumbai atau tali penghalang.

b. Penyakit

• Penyakit pada kulit

Gejala: pada bagian tertentu berwarna merah, berubah warna dan tubuh berlendir. Pengendalian: (1) direndam dalam larutan PK (kalium permanganat) selama 30-60 menit dengan dosis 2 gram/10 liter air, pengobatan dilakukan berulang 3 hari kemudian. (2) direndam dalam Negovon (kalium permanganat) selama 3 menit dengan dosis 2-3,5 %.


• Penyakit pada insang

Gejala: tutup insang bengkak, Lembar insang pucat/keputihan. Pengendalian: sama dengan di atas.

• Penyakit pada organ dalam

Gejala: perut ikan bengkak, sisik berdiri, ikan tidak gesit. Pengendalian: sama dengan di atas.

Secara umum hal-hal yang dilakukan untuk dapat mencegah timbulnya penyakit dan hama pada budidaya ikan nila:

• Pengeringan dasar kolam secara teratur setiap selesai panen.

• Pemeliharaan ikan yang benar-benar bebas penyakit.

• Hindari penebaran ikan secara berlebihan melebihi kapasitas.

• Sistem pemasukan air yang ideal adalah paralel, tiap kolam diberi pintu pemasukan air.

• Pemberian pakan cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya.

• Penanganan saat panen atau pemindahan benih hendaknya dilakukan secara hati-hati dan benar.

• Binatang seperti burung, siput, ikan seribu (lebistus reticulatus peters) sebagai pembawa penyakit jangan dibiarkan masuk ke areal perkolaman.

7. Panen dan Pasca Panen

a. Panen

Pemanenan ikan nila dapat dilakukan dengan cara: panen total dan panen sebagian.

• Panen total

Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam, hingga ketinggian air tinggal 10 cm. Petak pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 1 m2 di depan pintu pengeluaran (monnik), sehingga memudahkan dalam penangkapan ikan. Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus. Lakukan pemanenan secepatnya dan hati-hati untuk menghindari lukanya ikan.

• Panen sebagian atau panen selektif

Panen selektif dilakukan tanpa pengeringan kolam, ikan yang akan dipanen dipilih dengan ukuran tertentu. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan waring yang di atasnya telah ditaburi umpan (dedak). Ikan yang tidak terpilih (biasanya terluka akibat jaring), sebelum dikembalikan ke kolam sebaiknya dipisahkan dan diberi obat dengan larutan malachite green 0,5-1,0 ppm selama 1 jam.

b. Pasca Panen

Penanganan pascapanen ikan nila dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar.

• Penanganan ikan hidup

Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:

 Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 200C.

 Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.

 Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.

• Penanganan ikan segar

Ikan segar nila merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:

 Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.

 Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.

 Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup, pengangkutan jarak dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum 50 cm. 3. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C. Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup kotak.


III. METODOLOGI PRAKTEK

1. Waktu dan Tempat

Adapun waktu berlangsungnya praktek lapang Manajemen Akuakultur Tawar yaitu pada hari Sabtu dan Minggu, tanggal 18 dan 19 April 2010, di UPTD Pembinaan dan Pengembangan Budidaya Air Tawar / Balai Benih Ikan sentral (BBIS) La’joa. Dan di Balai Benih Ikan Ompo daerah Soppeng, Makassar, Sulawesi Selatan.

2. Prosedur Kerja

Metode yang digunakan dalam praktek kerja lapangan ini adalah metode survei dengan menggunakan data primer. Data primer didapatkan melalui :

a. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan lapangan langsung ke lapangan untuk mengenal dan mengetahui kegiatan dan fasilitas yang ada di Balai Benih Ikan Air Tawar La’joa, Balai Benih Ikan Air Tawar Ompo dan Balai Benih Ikan Pangkajene.

b. Wawancara, yaitu tanya jawab dengan pembimbing, staf, dan pelaksana lapangan sesuai dengan bidangnya masing-masing.


IV. PEMBAHASAN

IV.1 Sarana dan Prasarana

A. Sarana

Sarana Unit

Bendungan 1 unit (25 meter)

Bak pengendapan 2 unit

Hatchery 1 unit

Bangsal pembenihan 1 unit

Kolam 26 petak

Bak fiberglass


B. Sarana Penunjang

Sarana Unit

Kantor dan laboratorium 1 unit

Peralatan kolam dan panen 1 unit

Peralatan pembenihan 1 paket

Peralatan laboratorium 1 paket

Peralatan packing 1 paket

Gudang 1 unit

Perumahan

C. Sarana Pelengkap

Sarana Unit

Pompa air 2 unit

Hand tractor 2 unit

Bak filter 15 unit

Aquarium 10 unit

Genset 5000 watt

Blower


IV.2 Pembahasan

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dalam praktek lapang manajemen akuakultur tawar di kabupaten Soppeng dan di kabupaten Sidrap dapat dibahasakan bahwa kegiatan pembudidayaan yang dilakukan oleh BBI La’joa, BBI Ompo’ dan BBI Pangkajene memiliki cara sendiri-sendiri.

A. Ikan Mas

Pada umumnya komoditas yang diberikan oleh BBI Ompo, UPTD Lajoa dan juga BBI Pangkajene adalah ikan mas. Budidaya ikan mas di BBI Ompo, UPTD Lajoa dan BBI Pangkajene mempunyai kesamaan yaitu dipelihara secara alami di kolam.

1. Pedoman Teknis Budidaya

a. Kolam

Lokasi kolam yang ada di ketiga lokasi adalah daerah yang bebas dari banjir. Sumber pengairannya berasal dari saluran yang bersumber dari sungai. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sutanmuda (2007), bahwa lokasi kolam yang dipilih yang dekat dengan sumber air dan bebas dari banjir. Kolam dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2-5% sehingga memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.

1) Kolam pemeliharaan induk

Kolam pemeliharaan induk merupakan wadah yang digunakan untuk pemeliharaan induk jantan dan betina. Ikan jantan dan ikan betina dipelihara dalam wadah terpisah. Pada UPTD Lajoa, digunakan wadah pemeliharaan induk berupa kolam dengan tanah dasar berlumpur. Sedangkan pada BBI Ompo dan BBI Pangkajene digunakan kolam berdinding beton dengan tanah dasar lempung berpasir dengan padat penebaran induk dalam kolam pada BBI Ompu adalah 5 m2/ ekor. Luas kolam pemeliharaan adalah 150 m2. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanmuda (2007), bahwa bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding tembok atau tanah dengan dilapisi anyaman bamboo bagian dalamnya.

Menurut Prabowo (2009), Induk jantan dan bertina selama masa pematangan telur dipelihara pada kolam tersendiri yang sekaligus sebagai tempat pematangan sel telur dan sel sperma.

2) Kolam Pemijahan

Kolam pemijahan adalah kolam yang digunakan untuk tempat pemijahan ikan. Pada BBI Ompo dan BBI Pangkajene berupa kolam berdinding semen dengan tanah dasar lempung berpasir serta berbentuk persegi panjang. Namun kolam pemijahan merupakan kolam pemeliharaan induk yang dibatasi oleh hapa, sementara pada UPTD Lajoa berupa bak fiberglass. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanmuda (2007), bahwa bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding tembok atau tanah dengan dilapisi anyaman bamboo bagian dalamnya. Maka dapat disimpulkan kolam pemijahan yang digunakan pada UPTD Lajoa, BBI Ompu dan BBI Pangkajene memenuhi syarat dalam budidaya.

3) Kolam Pendederan

Pada BBI Ompo dan BBI Pangkajene pendederan dilakukan dalam kolam semen dengan tanah dasar lempung berpasir, sementara UPTD Lajoa kolam pendederan adalah menggunakan bak fiber. Hal ini didasarkan atas keamanan dan mortalitas larva yang lebih rendah pada pendederan dalam bak fiber. Menurut Sutanmuda (2009) Luas kolam pendederan tidak lebih dari 50-100 m2. Kedalaman air kolam antara 30-50 cm. Kepadatan sebaiknya 5-50 ekor/m2. Lama pemeliharaan di dalam kolam pendederan/ipukan antara 3-4 minggu.

b. Sumber Air

Sumber air pada BBI Ompo dan BBI Pangkajene dalam pembenihan berasal dari aliran sungai kecil yang di alirkan ke saluran irigasi. Sedangkan sumber pengairan di UPTD Lajoa berasal sungai yang dibendung, namun kondisi air dari sungai ini agak keruh namun UPTD Lajoa juga melakukan penjernihan dengan menyediakan bak pengendapan agar air yang diperoleh lebih jernih. Siklus air yang digunakan pada UPTD Lajoa dan BBI Ompo bersifat terus mengalir yang hanya dipakai satu kali (sistem sirkulasi).

2. Penanganan Induk

Penanganan awal yakni dilakukan seleksi induk jantan dan betina dipilih berdasarkan kriteria yang sesuai yang baik untuk pemijahan. Induk betina yang siap memijah umur tiga tahun dengan ukuran 1,5–2 kg, perut membesar ke arah anus terasa empuk dan halus bila di raba, kloaka membengkak dan berwarna merah tua jika sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam, kulit pada bagian perut lembek dan tipis. Sedangkan pada induk jantan umur dua tahun, ukuran 1,5–2 kg, kulit perut lembek dan tipis bila diurut akan keluar cairan sperma berwarna putih, kelamin membengkak dan berwarna merah tua. Ikan yang diseleksi menjadi induk harus sehat dan tidak boleh cacat fisiknya. Induk jantan dan betina dipelihara terpisah. Pakan diberikan pada induk 2 kali dalam sehari berupa pakan buatan yang sifatnya tenggelam. Pakan alami juga ditambahkan yaitu berupa fitoplankton dan zooplankton. Menurut Sutanmuda (2009), syarat induk yang baik untuk pemijahan Induk betina yang siap memijah umur tiga tahun dengan ukuran 1,5–2 kg, perut membesar ke arah anus terasa empuk dan halus bila di raba, kloaka membengkak dan berwarna merah tua jika sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam, kulit pada bagian perut lembek dan tipis. Sedangkan pada induk jantan umur dua tahun, ukuran 1,5–2 kg, kulit perut lembek dan tipis bila diurut akan keluar cairan sperma berwarna putih, kelamin membengkak dan berwarna merah tua.

3. Pemijahan dan Penanganan Telur

Pada BBI Ompo, UPTD Lajoa dan BBI Pangkajene, pemijahan ikan mas dilakukan pada malam hari. Perbandingan induk jantan dan betina adalah 2:1 atau berdasarkan perbandingan berat induk. Pada BBI Ompo pemijahan dilakukan pada jam 01.00–05.00 dini hari. Induk jantan dan betina disatukan dalam kolam wadah pemijahan yang telah disiapkan kakaban 6 buah agar kondisi telur tidak bertumpuk dan proses pemijahan dilakukan pada rentang 01.00 – 05.00. Setelah pemijahan selesai telur yang telah dibuahi dipisahkan dari induk dan dimasukkan dalam bak penetasan. Makanan tambahan diberikan setelah 2 hari penentasan karena pada saat itu diperkirakan cadangan kuning telur telah habis.. Pendederan sudah dapat dilakukan setelah 7 – 10 hari. Pada pemijahan di BBI Ompo, UPTD Lajoa dan BBI Pangkajene dimana perbandingan 2:1 digunakan bila induk betina berbobot 2 Kg/ekor sementara induk jantan 1 Kg/ekor. Setelah telur menetas, larva dipindahkan ke hapa pemeliharaan. Larva dipelihara selama satu bulan kemudian dilakukan penjarangan benih. Larva yang baru menetas akan menyerap nutrisi dari telur sebagai makanannya. Setelah 2−3 hari, larva akan mencari makan di perairan, saat itulah larva perlu diberi pakan tambahan. Larva ikan mas memerlukan pakan yang sesuai dengan bukaan mulutnya yaitu berupa fitoplankton dan suspensi kuning telur ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanmuda (2009), benih umur sehari belum perlu diberi makan tambahan dari luar karena masih mempunyai cadangan makanan berupa yolk sac atau kuning telur. Pada hari ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa emulsi kuning telur ayam yang direbus. Selanjutnya berangsur-angsur diganti dengan makanan hidup berupa Moina cyprinacea atau yang biasa dikenal dengan kutu air dan jentik nyamuk.

4. Pendederan

Pada BBI Ompo dan BBI Pangkajene pendederan dilakukan setelah larva berumur tujuh hari. Pada BBI Ompo pendederan I dimulai 7-15 hari dengan ukuran 1-3 cm, pendederan II dilakukan ketika benih ikan 15-20 hari dengan ukuran 3-5 cm, pendederan III dilakukan setelah benih berumur 20 hari ukurannya 5-8 cm. Pendederan dilakukan di kolam pemeliharaan yang diberi sekat berupa hapa setiap ukuran stadia pendederan benih. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanmuda (2009), bahwa kepadatan penebaran harus diperhatikan agar pertumbuhan benih lebih maksimal.

Pada UPTD lajoa untuk wadah pendederan digunakan pada bak fiber. Pendederan larva dilakukan setelah 7 – 10 hari penetasan telur. Penggunaan bak fiber untuk pendederan terbukti lebih efektif dan mortalitas larva juga lebih rendah. Pendederan pada bak fiber harus diberikan pakan tambahan karena tidak ada pakan alami yang tumbuh. Pada hari ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa emulsi kuning telur ayam yang direbus. Selanjutnya berangsur-angsur diganti dengan makanan hidup berupa Moina cyprinacea atau yang biasa dikenal dengan kutu air dan jentik nyamuk (http://sutanmuda.wordpress.com, 2009).

5. Manajemen pakan

Pada Ketiga pakan alami yang diberikan pada larva yaitu berupa sejenis fitoplankton dan zooplankton. Namun, pada UPTD Lajoa juga diberikan pakan berupa larva nyamuk yang telah dibudidayakan. Selain pakan alami, larva juga diberikan pakan buatan berupa pellet yang sifatnya terapung. Pada UPTD Lajoa digunakan pakan buatan merek Kamfit dengan kandungan protein 30 %. Demikian pula dengan BBI Ompo menggunakan pakan terapung dengan kandungan protein tidak lebih dari 30 %. Pada pemeliharaan di kolam pakan diberikan 2 kali yaitu pada pagi hari dan sore hari. Jumlah makanan yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari jumlah berat badan ikan peliharaan. Sementara pada bak fiber pakan diberikan 5 kali sehari. (http://sutanmuda.wordpress.com, 2009).


6. Hama dan Penyakit

Pada UPTD Lajoa hama tidak menjadi masalah karena larva di pelihara dalam bak fiber. Namun pada BBI Ompo hama yang menjadi masalah adalah ular dan biawak. Pengendaliannya cukup sulit karena hama tersebut harus ditangkap.

Kondisi air yang jelek sangat mendorong tumbuhnya berbagai bibit penyakit baik yang berupa protozoa, jamur, bakteri dan lain-lain. Maka dalam menejemen kesehatan pemeliharaan ikan mas, yang lebih penting dilakukan adalah penjagaan kondisi air dan pemberian nutrisi yang tinggi (http://teknis-budidaya.blogspot.com, 2009).

7. Panen

• Pemanenan Hasil Pembesaran

Pada Ketiga lokasi pemanenan dilakukan dengan menangkap/memanen ikan hasil pembesaran umumnya dilakukan panen selektif dan juga panen total. Menurut Sutanmuda (2007), umur ikan mas yang dipanen berkisar antara 3-4 bulan dengan berat berkisar antara 400-600 gram/ekor. Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam, hingga ketinggian air tinggal 10-20 cm. Petak pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 2 m2 di depan pintu pengeluaran (monik), sehingga memudahkan dalam penangkapan ikan. Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus.

B. Ikan Lele

Pada umumnya komoditas yang diberikan oleh BBI Pankajene dan UPTD Lajoa adalah ikan lele. Budidaya ikan lele di BBI Pangkajene dan UPTD Lajoa mempunyai perbedaan yaitu dipelihara secara alami dan buatan di kolam.

1. Pedoman Teknis Budidaya

a. Kolam

Lokasi kolam yang ada di ketiga BBI adalah lokasi yang bebas dari banjir. Sumber pengairannya berasal dari saluran yang bersumber dari sungai. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sutanmuda (2007), bahwa lokasi kolam yang dipilih yang dekat dengan sumber air dan bebas dari banjir. Kolam dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2-5% sehingga memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.

1. Kolam pemeliharaan induk

Kolam pemeliharaan induk merupakan wadah yang digunakan untuk pemeliharaan induk jantan dan betina. Ikan jantan dan ikan betina dipelihara dalam wadah terpisah. Pada UPTD Lajoa, digunakan wadah pemeliharaan induk berupa kolam dengan tanah dasar berlumpur. Sedangkan pada BBI Pankajene digunakan kolam berdinding beton dengan tanah dasar lempung berpasir dengan padat penebaran induk dalam kolam pada BBI Pangkajene adalah 5 m2/ ekor. Luas kolam pemeliharaan adalah 150 m2. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanmuda (2007), bahwa bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding tembok atau tanah dengan dilapisi anyaman bamboo bagian dalamnya.

Menurut Prabowo (2009), Induk jantan dan bertina selama masa pematangan telur dipelihara pada kolam tersendiri yang sekaligus sebagai tempat pematangan sel telur dan sel sperma.

2. Kolam Pemijahan

Kolam pemijahan adalah kolam yang digunakan untuk tempat pemijahan ikan. Pada BBI Pangkajene berupa kolam berdinding semen dengan tanah dasar lempung berpasir serta berbentuk persegi panjang. Namun kolam pemijahan merupakan kolam pemeliharaan induk yang dibatasi oleh hapa, sementara pada UPTD Lajoa berupa bak fiberglass. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanmuda (2007), bahwa bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding tembok atau tanah dengan dilapisi anyaman bamboo bagian dalamnya. Maka dapat disimpulkan kolam pemijahan yang digunakan pada UPTD Lajoa dan BBI Pangkajene memenuhi syarat dalam budidaya.

3. Kolam Pendederan

Pada BBI Pankajene pendederan dilakukan dalam kolam semen dengan tanah dasar lempung berpasir, sementara UPTD Lajoa kolam pendederan adalah menggunakan bak fiber. Hal ini didasarkan atas keamanan dan mortalitas larva yang lebih rendah pada pendederan dalam bak fiber. Menurut Sutanmuda (2009) Luas kolam pendederan tidak lebih dari 50-100 m2. Kedalaman air kolam antara 30-50 cm. Kepadatan sebaiknya 5-50 ekor/m2. Lama pemeliharaan di dalam kolam pendederan/ipukan antara 3-4 minggu.

b. Sumber Air

Sumber air pada BBI Pangkajene dalam pembenihan berasal dari aliran sungai kecil yang di alirkan ke saluran irigasi. Sedangkan sumber pengairan di UPTD Lajoa berasal sungai yang dibendung, namun kondisi air dari sungai ini agak keruh namun UPTD Lajoa juga melakukan penjernihan dengan menyediakan bak pengendapan agar air yang diperoleh lebih jernih. Siklus air yang digunakan pada UPTD Lajoa dan BBI Pangkajene bersifat terus mengalir yang hanya dipakai satu kali (sistem sirkulasi).

2. Penanganan Induk

Penanganan awal yakni dilakukan seleksi induk jantan dan betina dipilih berdasarkan kriteria yang sesuai yang baik untuk pemijahan. Induk betina yang siap memijah umur dua tahun dengan ukuran 1,5–2 kg, perut membesar ke arah anus, kloaka membengkak dan berwarna merah tua jika sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur, kulit pada bagian perut lembek dan tipis. Sedangkan pada induk jantan umur dua tahun, ukuran 1,5–2 kg, kulit perut lembek dan tipis bila diurut akan keluar cairan sperma berwarna putih, kelamin membengkak dan berwarna merah tua. Ikan yang diseleksi menjadi induk harus sehat dan tidak boleh cacat fisiknya. Pakan diberikan pada induk 2 kali dalam sehari berupa pakan buatan yang sifatnya terapung. Pakan alami juga ditambahkan yaitu berupa fitoplankton dan zooplankton. Menurut Prabowo (2009), Induk jantan dan bertina selama masa pematangan telur dipelihara pada kolam tersendiri yang sekaligus sebagai tempat pematangan sel telur dan sel sperma (http://teknis-budidaya.blogspot.com, 2009).

3. Pemijahan dan Penanganan Telur

Pada BBI Pangkajene dan UPTD Lajoa, pemijahan ikan lele dilakukan pada malam hari. Pada kedua lokasi ini, dimana perbandingan 2:1 digunakan bila induk betina berbobot 2 Kg/ekor sementara induk jantan 1 Kg/ekor.

Pada BBI Pangkajene pemijahan dilakukan secara alami dengan memasukkan induk jantan dan betina yang siap memijah dalam satu kolam. Pemijahan terjadi pada pukul 01.00–05.00 dini hari. Induk jantan dan betina disatukan dalam kolam wadah pemijahan yang telah disiapkan kakaban 6 buah agar kondisi telur tidak bertumpuk. Setelah pemijahan selesai telur yang telah dibuahi dipisahkan dari induk dan dimasukkan dalam bak penetasan. Setelah telur menetas, larva dipindahkan ke hapa pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunarma (2010), bahwa pemijahan alami dilakukan dengan memilih induk jantan dan betina yang benar-benar matang gonad kemudian dipijahkan secara alami di bak/wadah pemijahan dengan pemberian kakaban.

Pemijahan ikan lele pada UPTD Lajoa pemijahan dilakukan secara inseminasi buatan atau disebut Induced Breeding (hypophysasi) yakni merangsang ikan lele untuk kawin dengan cara memberikan suntikan berupa cairan hormone ovaprin ke dalam tubuh ikan. Pemijahan buatan dilakukan dengan cara membedah induk jantan lele dan diambil kantung spermanya dan diencerkan dengan NaCl, setelah itu induk betina distriping hingga telurnya keluar dan ditampung dalam wadah bersih. Lalu telur dicampurkan dengan sperma yang telah diencerkan dan diaduk menggunakan bulu ayam. Setelah telur tercampur lalu ditebarkan dalam bak penentasan telur dan diinkubasi sekitar 2-3 hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutanmuda (2009), bahwa Induced Breeding (hypophysasi) yakni merangsang ikan lele untuk kawin dengan cara memberikan suntikan berupa cairan hormone ovaprin ke dalam tubuh ikan. Hormon hipophysa berasal dari kelenjar hipophysa, yaitu hormon gonadotropin. Fungsi hormon gonadotropin:

• Gametogenesis: memacu kematangan telur dan sperma, disebut Follicel Stimulating Hormon. Setelah 12 jam penyuntikan, telur mengalami ovulasi (keluarnya telur dari jaringan ikat indung telur). Selama ovulasi, perut ikan betina akan membengkak sedikit demi sedikit karena ovarium menyerap air. Saat itu merupakan saat yang baik untuk melakukan pengurutan perut (stripping).

• Mendorong nafsu sex (libido)

4. Pendederan

Pada BBI Pangkajene pendederan dilakukan setelah larva berumur tujuh hari. Pendederan I dimulai 7-15 hari dengan ukuran 1-3 cm, pendederan II dilakukan ketika benih ikan 15-20 hari dengan ukuran 3-5 cm, pendederan III dilakukan setelah benih berumur 20 hari ukurannya 5-8 cm. Pendederan dilakukan di kolam pemeliharaan yang diberi sekat berupa hapa setiap ukuran stadia pendederan benih. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanmuda (2009), bahwa kepadatan penebaran harus diperhatikan agar pertumbuhan benih lebih maksimal.

Pada UPTD lajoa untuk wadah pendederan digunakan pada bak fiber. Pendederan larva dilakukan setelah 7 – 10 hari penetasan telur. Penggunaan bak fiber untuk pendederan terbukti lebih efektif dan mortalitas larva juga lebih rendah. Pendederan pada bak fiber harus diberikan pakan tambahan karena tidak ada pakan alami yang tumbuh. Pada hari ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa emulsi kuning telur ayam yang direbus. Selanjutnya berangsur-angsur diganti dengan makanan hidup berupa Moina cyprinacea atau yang biasa dikenal dengan kutu air dan jentik nyamuk (http://sutanmuda.wordpress.com, 2009).

5. Manajemen pakan

Pada UPTD Lajoa dan BBI Pangkajene pakan alami yang diberikan pada larva yaitu berupa sejenis fitoplankton dan zooplankton. Namun, pada UPTD Lajoa juga diberikan pakan berupa larva nyamuk yang telah dibudidayakan. Selain pakan alami, larva juga diberikan pakan buatan berupa pellet yang sifatnya terapung. Pada UPTD Lajoa digunakan pakan buatan merek Kamfit dengan kandungan protein 30 %. Demikian pula dengan BBI Pangkajene menggunakan pakan terapung dengan kandungan protein tidak lebih dari 30 %. Pada pemeliharaan di kolam pakan diberikan 2 kali yaitu pada pagi hari dan sore hari. Jumlah makanan yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari jumlah berat badan ikan peliharaan. Sementara pada bak fiber pakan diberikan 5 kali sehari. (http://sutanmuda.wordpress.com, 2009).

6. Hama dan Penyakit

Pada UPTD Lajoa hama tidak menjadi masalah karena larva di pelihara dalam bak fiber. Namun pada BBI Pangkajene hama yang menjadi masalah adalah ular dan biawak. Pengendaliannya cukup sulit karena hama tersebut harus ditangkap. Kondisi air yang jelek sangat mendorong tumbuhnya berbagai bibit penyakit baik yang berupa protozoa, jamur, bakteri dan lain-lain. Maka dalam menejemen kesehatan pemeliharaan ikan mas, yang lebih penting dilakukan adalah penjagaan kondisi air dan pemberian nutrisi yang tinggi (http://teknis-budidaya.blogspot.com, 2009).

7. Panen

• Pemanenan Hasil Pembesaran

Pada Ketiga lokasi pemanenan dilakukan dengan menangkap/memanen ikan hasil pembesaran umumnya dilakukan panen selektif dan juga panen total. Menurut Sutanmuda (2007), umur ikan mas yang dipanen berkisar antara 3-4 bulan dengan berat berkisar antara 400-600 gram/ekor. Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam, hingga ketinggian air tinggal 10-20 cm. Petak pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 2 m2 di depan pintu pengeluaran (monik), sehingga memudahkan dalam penangkapan ikan. Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus.

C. Ikan Nila

Pada umumnya komoditas yang diberikan oleh BBI Ompo dan UPTD Lajoa adalah nila local, sedangkan pada BBI Pangkajene komoditas yang dipelihara adalah nila putih. Tetapi budidaya ikan nila di BBI Ompo, UPTD Lajoa dan BBI Pangkajene mempunyai kesamaan yaitu dipelihara secara alami di kolam.

1. Pedoman Teknis Budidaya

a. Kolam

Lokasi kolam yang ada di ketiga lokasi adalah daerah yang bebas dari banjir. Sumber pengairannya berasal dari saluran yang bersumber dari sungai. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sutanmuda (2007), bahwa lokasi kolam yang dipilih yang dekat dengan sumber air dan bebas dari banjir. Kolam dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2-5% sehingga memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.


1) Kolam pemeliharaan induk

Kolam pemeliharaan induk merupakan wadah yang digunakan untuk pemeliharaan induk jantan dan betina. Ikan jantan dan ikan betina dipelihara dalam wadah terpisah. Pada UPTD Lajoa, digunakan wadah pemeliharaan induk berupa kolam dengan tanah dasar berlumpur. Sedangkan pada BBI Ompo dan BBI Pangkajene digunakan kolam berdinding beton dengan tanah dasar lempung berpasir, Pada BBI Ompo pemeliharaan induk dilakukan dengan system pen kultur dengan memberikan sekat induk ikan yang dibesarkan dengan yang akan dipijahkan . Penebaran induk dalam kolam pada BBI Ompu adalah 5 m2/ ekor. Luas kolam pemeliharaan adalah 150 m2. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanmuda (2007), bahwa bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding tembok atau tanah dengan dilapisi anyaman bamboo bagian dalamnya.

Menurut Prabowo (2009), Induk jantan dan bertina selama masa pematangan telur dipelihara pada kolam tersendiri yang sekaligus sebagai tempat pematangan sel telur dan sel sperma.

2) Kolam Pemijahan

Kolam pemijahan adalah kolam yang digunakan untuk tempat pemijahan ikan. Pada BBI Ompo dan BBI Pangkajene berupa kolam berdinding semen dengan tanah dasar lempung berpasir serta berbentuk persegi panjang. Namun kolam pemijahan merupakan kolam pemeliharaan induk yang dibatasi oleh hapa, sementara pada UPTD Lajoa berupa bak fiberglass. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanmuda (2007), bahwa bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding tembok atau tanah dengan dilapisi anyaman bamboo bagian dalamnya. Maka dapat disimpulkan kolam pemijahan yang digunakan pada UPTD Lajoa, BBI Ompu dan BBI Pangkajene memenuhi syarat dalam budidaya.

3) Kolam Pendederan

Pada BBI Ompo dan BBI Pangkajene pendederan dilakukan dalam kolam semen dengan tanah dasar lempung berpasir, sementara UPTD Lajoa kolam pendederan adalah menggunakan bak fiber. Hal ini didasarkan atas keamanan dan mortalitas larva yang lebih rendah pada pendederan dalam bak fiber. Menurut Sutanmuda (2009) Luas kolam pendederan tidak lebih dari 50-100 m2. Kedalaman air kolam antara 30-50 cm. Kepadatan sebaiknya 5-50 ekor/m2. Lama pemeliharaan di dalam kolam pendederan/ipukan antara 3-4 minggu.

b. Sumber Air

Sumber air pada BBI Ompo dan BBI Pangkajene dalam pembenihan berasal dari aliran sungai kecil yang di alirkan ke saluran irigasi. Sedangkan sumber pengairan di UPTD Lajoa berasal sungai yang dibendung, namun kondisi air dari sungai ini agak keruh namun UPTD Lajoa juga melakukan penjernihan dengan menyediakan bak pengendapan agar air yang diperoleh lebih jernih. Siklus air yang digunakan pada UPTD Lajoa dan BBI Ompo bersifat terus mengalir yang hanya dipakai satu kali (sistem sirkulasi).

2. Penanganan Induk

Penanganan awal yakni dilakukan seleksi induk jantan dan betina dipilih berdasarkan kriteria yang sesuai yang baik untuk pemijahan. Induk betina yang siap memijah umur tiga tahun dengan ukuran 1,5–2 kg, perut membesar ke arah anus terasa empuk dan halus bila di raba, kloaka membengkak dan berwarna merah tua jika sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam, kulit pada bagian perut lembek dan tipis. Sedangkan pada induk jantan umur dua tahun, ukuran 1,5–2 kg, kulit perut lembek dan tipis bila diurut akan keluar cairan sperma berwarna putih, kelamin membengkak dan berwarna merah tua. Ikan yang diseleksi menjadi induk harus sehat dan tidak boleh cacat fisiknya. Induk jantan dan betina dipelihara terpisah. Pakan diberikan pada induk 2 kali dalam sehari berupa pakan buatan yang sifatnya tenggelam. Pakan alami juga ditambahkan yaitu berupa fitoplankton dan zooplankton. Menurut Sutanmuda (2009), syarat induk yang baik untuk pemijahan Induk betina yang siap memijah umur tiga tahun dengan ukuran 1,5–2 kg, perut membesar ke arah anus terasa empuk dan halus bila di raba, kloaka membengkak dan berwarna merah tua jika sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam, kulit pada bagian perut lembek dan tipis. Sedangkan pada induk jantan umur dua tahun, ukuran 1,5–2 kg, kulit perut lembek dan tipis bila diurut akan keluar cairan sperma berwarna putih, kelamin membengkak dan berwarna merah tua.

3. Pemijahan dan Penanganan Telur

Pada BBI Ompo, UPTD Lajoa dan BBI Pangkajene, pemijahan ikan nila dilakukan pada malam hari. Perbandingan induk jantan dan betina adalah 2:1 atau berdasarkan perbandingan berat induk. Pada BBI Ompo pemijahan dilakukan pada jam 01.00–05.00 dini hari. Induk jantan dan betina disatukan dalam kolam wadah pemijahan yang telah disiapkan kakaban 6 buah agar kondisi telur tidak bertumpuk dan proses pemijahan dilakukan pada rentang 01.00 – 05.00. Setelah pemijahan selesai telur yang telah dibuahi dipisahkan dari induk dan dimasukkan dalam bak penetasan. Makanan tambahan diberikan setelah 2 hari penentasan karena pada saat itu diperkirakan cadangan kuning telur telah habis.. Pendederan sudah dapat dilakukan setelah 7 – 10 hari. Pada pemijahan di BBI Ompo dan BBI Pangkajene dimana perbandingan 2:1 digunakan bila induk betina berbobot 2 Kg/ekor sementara induk jantan 1 Kg/ekor. Setelah telur menetas, larva dipindahkan ke hapa pemeliharaan. Larva dipelihara selama satu bulan kemudian dilakukan penjarangan benih. Larva yang baru menetas akan menyerap nutrisi dari telur sebagai makanannya. Setelah 2−3 hari, larva akan mencari makan di perairan, saat itulah larva perlu diberi pakan tambahan. Larva ikan nila memerlukan pakan yang sesuai dengan bukaan mulutnya yaitu berupa fitoplankton dan suspensi kuning telur ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanmuda (2009), benih umur sehari belum perlu diberi makan tambahan dari luar karena masih mempunyai cadangan makanan berupa yolk sac atau kuning telur. Pada hari ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa emulsi kuning telur ayam yang direbus. Selanjutnya berangsur-angsur diganti dengan makanan hidup berupa Moina cyprinacea atau yang biasa dikenal dengan kutu air dan jentik nyamuk.

Pemijahan ikan nila pada UPTD Lajoa pemijahan dilakukan secara inseminasi buatan atau disebut Induced Breeding (hypophysasi) yakni merangsang ikan nila untuk kawin dengan cara memberikan suntikan berupa cairan hormone ovaprin ke dalam tubuh ikan. Pemijahan buatan dilakukan dengan cara membedah induk jantan nila dan diambil kantung spermanya dan diencerkan dengan NaCl, setelah itu induk betina distriping hingga telurnya keluar dan ditampung dalam wadah bersih. Lalu telur dicampurkan dengan sperma yang telah diencerkan dan diaduk menggunakan bulu ayam. Setelah telur tercampur lalu ditebarkan dalam bak penentasan telur dan diinkubasi sekitar 2-3 hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutanmuda (2009), bahwa Induced Breeding (hypophysasi) yakni merangsang ikan nila untuk kawin dengan cara memberikan suntikan berupa cairan hormone ovaprin ke dalam tubuh ikan. Hormon hipophysa berasal dari kelenjar hipophysa, yaitu hormon gonadotropin. Fungsi hormon gonadotropin:

• Gametogenesis: memacu kematangan telur dan sperma, disebut Follicel Stimulating Hormon. Setelah 12 jam penyuntikan, telur mengalami ovulasi (keluarnya telur dari jaringan ikat indung telur). Selama ovulasi, perut ikan betina akan membengkak sedikit demi sedikit karena ovarium menyerap air. Saat itu merupakan saat yang baik untuk melakukan pengurutan perut (stripping).

• Mendorong nafsu sex (libido)

4. Pendederan

Pada BBI Ompo dan BBI Pangkajene pendederan dilakukan setelah larva berumur tujuh hari. Pada BBI Ompo pendederan I dimulai 7-15 hari dengan ukuran 1-3 cm, pendederan II dilakukan ketika benih ikan 15-20 hari dengan ukuran 3-5 cm, pendederan III dilakukan setelah benih berumur 20 hari ukurannya 5-8 cm. Pendederan dilakukan di kolam pemeliharaan yang diberi sekat berupa hapa setiap ukuran stadia pendederan benih. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanmuda (2009), bahwa kepadatan penebaran harus diperhatikan agar pertumbuhan benih lebih maksimal.

Pada UPTD lajoa untuk wadah pendederan digunakan pada bak fiber. Pendederan larva dilakukan setelah 7 – 10 hari penetasan telur. Penggunaan bak fiber untuk pendederan terbukti lebih efektif dan mortalitas larva juga lebih rendah. Pendederan pada bak fiber harus diberikan pakan tambahan karena tidak ada pakan alami yang tumbuh. Pada hari ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa emulsi kuning telur ayam yang direbus. Selanjutnya berangsur-angsur diganti dengan makanan hidup berupa Moina cyprinacea atau yang biasa dikenal dengan kutu air dan jentik nyamuk (http://sutanmuda.wordpress.com, 2009).

5. Manajemen pakan

Pada Ketiga pakan alami yang diberikan pada larva yaitu berupa sejenis fitoplankton dan zooplankton. Namun, pada UPTD Lajoa juga diberikan pakan berupa larva nyamuk yang telah dibudidayakan. Selain pakan alami, larva juga diberikan pakan buatan berupa pellet yang sifatnya terapung. Pada UPTD Lajoa digunakan pakan buatan merek Kamfit dengan kandungan protein 30 %. Demikian pula dengan BBI Ompo menggunakan pakan terapung dengan kandungan protein tidak lebih dari 30 %. Pada pemeliharaan di kolam pakan diberikan 2 kali yaitu pada pagi hari dan sore hari. Jumlah makanan yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari jumlah berat badan ikan peliharaan. Sementara pada bak fiber pakan diberikan 5 kali sehari. (http://sutanmuda.wordpress.com, 2009).

6. Hama dan Penyakit

Pada UPTD Lajoa hama tidak menjadi masalah karena larva di pelihara dalam bak fiber. Namun pada BBI Ompo hama yang menjadi masalah adalah ular dan biawak. Pengendaliannya cukup sulit karena hama tersebut harus ditangkap. Kondisi air yang jelek sangat mendorong tumbuhnya berbagai bibit penyakit baik yang berupa protozoa, jamur, bakteri dan lain-lain. Maka dalam menejemen kesehatan pemeliharaan ikan mas, yang lebih penting dilakukan adalah penjagaan kondisi air dan pemberian nutrisi yang tinggi (http://teknis-budidaya.blogspot.com, 2009).

7. Panen

• Pemanenan Hasil Pembesaran

Pada Ketiga lokasi pemanenan dilakukan dengan menangkap/memanen ikan hasil pembesaran umumnya dilakukan panen selektif dan juga panen total. Menurut Sutanmuda (2007), umur ikan mas yang dipanen berkisar antara 3-4 bulan dengan berat berkisar antara 400-600 gram/ekor. Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam, hingga ketinggian air tinggal 10-20 cm. Petak pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 2 m2 di depan pintu pengeluaran (monik), sehingga memudahkan dalam penangkapan ikan. Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus.


DAFTAR PUSTAKA

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Hewan Air. Swadaya. Jakarta

http://sutanmuda.wordpress.com/2007/10/22/budidaya-ikan-mas. Diakses pada tanggal 27 April 2010 pukul 17.18 WITA.

http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-lele.html. diakses tanggal 2

Mei 2010 pada pukul 20.00 WITA di Makassar.

http://www.musida.web.id/indo. (online). Diakses pada tanggal 27 April 2010 pukul 17.00 WITA.

Lampe, 2008. Wawasan Sosial Budaya Bahari. UPT-MKU. Universitas Hasanuddin. Makassar
Andrityas © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute