Sabtu, 26 Februari 2011

Budidaya Perikanan : Masa Depan yang Dijanjikan melalui Pengelolaan Berkelanjutan

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati (biodiversitas) terbesar ke-2 di dunia setelah Brazil. Negara maritim berupa kepulauan yang memiliki daratan yang terbentang dari Sabang hingga Merauke sekitar 1,9 km2 dan luas lautan sekitar 5,8 km2 dengan ribuan perairan, seperti sungai, danau, dan rawa; pulau-pulau yang berjumlah sekitar 17.000 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ini menyebabkan sumber daya perairan di Indonesia sangat melimpah dan beragam, ditambah lagi dengan kondisi iklim tropis menyebabkan hampir 45 % spesies ikan di dunia berada di negara ini.

Akuakultur atau yang lebih awam disebut sebagai budidaya perikanan merupakan subsektor pangan yang pertumbuhannya paling cepat di Indonesia. Statistik mencatat bahwa pertumbuhan subsektor ini sebesar 11 % per tahun dan mampu menyerap 2,5 juta lapangan pekerjaan per tahunnya(DKP). Budidaya perikanan air payau, tawar dan laut indonesia tercatat pada tahun 2007 telah menempati urutan ketiga terbesar setelah Cina dan India dengan produksi 2,7 juta ton per tahun. Sementara itu, China yang memiliki pantai dan sungai yang lebih sedikit daripada Indonesia mampu menghasilkan produksi sebesar 32,7 Juta ton per tahun. Hal ini menurut Dirjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan terjadi karena belum optimalnya pengelolaan akuakultur di Indonesia. Namun yang harus menjadi perhatian saat ini adalah akuakultur disinyalir mampu menopang perekonomian negara sebagai subsektor yang sangat menjanjikan untuk menjamin ketersediaan pangan di Indonesia. Ledakan penduduk yang sangat dahsyat telah menyebabkan terjadinya krisis pangan yang cukup signifikan sehingga perlu adanya suatu upaya diversifikasi pangan sebagai solusi mengatasi krisis tersebut. Dengan pertumbuhan produksi budidaya ikan yang terus meningkat setiap tahunnya, maka tidak mustahil jika budidaya perikanan menjadi alternatif bagi masa depan pangan di Indonesia (Suyoto, 2009)

Sejauh ini, subsektor budidaya perikanan memang menjanjikan masa depan bagi rakyat indonesia. Tidak hanya karena sumber daya alam yang melimpah ruah, tetapi juga sistem pengelolaan yang terus membaik (Suyoto, 2009). Tidak berlebihan jika mengatakan bahwa dengan sumber daya perairan yang begitu beragam dan melimpah, budidaya perikanan kelak akan mendominasi ekspor non-migas dan menjadi jaminan masa depan bagi segenap rakyat Indonesia untuk bertahan dari krisis pangan. Terutama dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap bahan makanan berprotein tinggi dan permintaan ekspor yang cukup tinggi dari negara-negara maju.

Hal yang demikian bisa saja terjadi jika pengelolaan budidaya perikanan juga memperhatikan konsep sustainability. Telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah seperti pengembangan teknologi akuakultur tepat guna, pengembangan sistem usaha akuakultur serta penerapan peraturan dan kebijakan yang mendukung pengembangan akuakultur. Konsep sustainability ini dirasa penting guna menjamin tersedianya sumber daya perairan agar tidak berkurang secara kualitas maupun kuantitas sehingga mampu menjadi solusi jangka panjang yang memadai. Pengelolaan sumber daya yang antroposentris harus mampu bersinergi dengan pemahaman sustainability sehingga diharapkan agar upaya-upaya peningkatan produksi budidaya perikanan mampu terus meningkat. Bercermin dari negeri China yang mampu mengkombinasikan budidaya perikanan dengan kebudayaan mereka sepertinya mampu menjadi acuan bagaiman konsep sustainability ini seharusnya diimplementasikan.

Aspek-aspek lingkungan juga penting sekali untuk diperhatikan, mengingat banyaknya jumlah polusi, degradasi lingkungan, dan pencemaran air yang terjadi mampu mempengaruhi kualitas dan kuantitas sumber daya perairan. DKP menyebutkan bahwa penurunan produksi akuakultur menurun sekitar 12 % di daerah-daerah perikanan yang rawan akan polusi air dan tercemar limbah, terutama limbah B3. Selain itu, kualitas ikan juga menurun dan mempengaruhi permintaan ekspor, akibatnya permintaan ekspor menjadi turun dan mengurangi produktivitas petani ikan. Ini berarti pengelolaan akuakultur harus memperhatikan aspek-aspek lingkungan guna menjaga ”nilai” dari tata kelola yang sustainability atau dengan kata lain pengelolaan berwawasan lingkungan yang ekosentris juga harus diterapkan dalam sebuah kerangka pemikiran yang parsial.

Di sisi lain, guna tercapainya pengeloaan akuakultur yang mampu menopang masa depan dan perekonomian Indonesia, maka kondisi sosial ekonomi petani budidaya juga perlu diperhatikan. Petani budidaya sebagai bagian integral dari akuakultur yang berkelanjutan harus mendapatkan perhatian yang lebih. Selama ini akses dan kontrol petani budidaya masih belum optimal, terutama petani budidaya yang tergolong miskin. Masih banyak petani ikan kesulitan untuk mengakses kredit bank bagi modal usahanya dan kurangnya infrastruktur pemasaran menciptakan jejaring sosial yang tidak mampu mendukung kualitas sumber daya manusia untuk produktivitas yang efektif dan efisien. Oleh karena itu pemberdayaan petani budidaya juga sangat penting guna menuju konsep sustainability yang sesungguhnya agar kehidupan petani, terutama petani miskin dapat menjadi lebih baik sehingga mereka memiliki kemampuan untuk meningkatkan produktivitas yang nantinya akan sangat berpengaruh terdapap pertumbuhan akuakultur
Berdasarkan kenyataan itu semua, statistik secara lugas memang menggambarkan potensi akuakultur yang sangat menjanjikan sebagai pondasi ketahanan pangan dimasa depan. Namun sekali lagi, konsep sustainability juga penting mengingat perlunya pengelolaan sumber daya perairan yang lebih terintegrasi guna menjaga kualitas dan kuantitas budidaya perikanan agar sesuai dengan harapan.

0 komentar:

Andrityas © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute