Senin, 28 Februari 2011

PEMBUATAN BAKSO IKAN


A. Bahan Baku

Persyaratan bahan baku (ikan) yang terpenting adalah kesegarannya. Semakin segar ikan yang
digunakan, semakin baik pula mutu bakso yang dihasilkan. Berbagai jenis ikan yang digunakan untuk
membuat bakso, terutama ikan yang berdaging tebal dan mempunyai daya elastisitas seperti tenggiri,
kakap, cucut, bloso, ekor kuning dan lain-lain. Selain bahan baku dari ikan segar, bakso juga dapat
dibuat dari produk yang sudah setengah jadi yang dikenal dengan nama Suzimi (daging ikan lumat).

B. Bahan Tambahan

Bahan tambahan pembuatan bakso adalah tepung tapioca dan bumbu-bumbu dengan komposisi sebagai
berikut :
- Tapioka 10 - 15 %
- Garam 2 – 3 %
- Merica 0,5 %
- Bawang putih 2 %
- Bumbu masak 0,75 % (bila disukai)

C. Cara Pembuatan

1. Jika digunakan bahan baku dari ikan segar, perlu dilakukan pemisahan daging dari tulang-tulang dan
durinya dengan cara menyayat memanjang pada bagian punggung hingga terbelah.
2. Ambillah bagian dagingnya cara dikerok menggunakan sendok
3. Bersihkan hancuran daging tersebut dari komponen-komponen yang tidak di kehendaki (kulit, duri
dan tulang)
4. Siapakan larutan garam (brine) dingin dengan perbandingan antara air, es dan ikan adalah 4 : 1 : 1
dan konsentrasi garam 0,2 – 0,3 %
5. Rendam hancuran daging ikan dalam larutan tersebut selama 15 menit sambil diaduk-aduk
6. Buanglah jika timbul lemak yang mengapung di permukaan
7. Lakukan pengepresan / pemerasaan dengan menggunakan kain kasa
8. Lakukan proses perendaman tersebut sebanyak 2 – 3 kali
9.Lumatkan daging ikan tersebut dengan cara ditumbuk dalam lumping atau menggunakan alat
penggiling daging sambil diberi garam ( 2 – 3 %)
10.Haluskan bumbu-bumbu tersebut ke dalam daging lumat sambil diuleni dan masukkan tapioca
sedikit demi sedikit
11. Aduk adonan sampai homogeny dan tidak lengket di tangan
12. Aduk adonan sampai homogeny dan tidak lengket di tangan
13. Untuk memperbaiki elastisitas dapat diberi putih telur satu butir untuk setiap 1 kg adonan
14. Lakukan pencetakan yaitu dengan membuat bola-bola kecil dengan cara adonan diletakkan pada
telapak tangan, dikepal-kepal, kemudian ditekan sehingga akan keluar bola-bola bakso dari sela-sela
jari dan telunjuk
15. Bola-bola bakso yang keluar dari kepalan itu diangkat dengan sendok dan sedikit diratakan
16. Masukkan ke dalam air hangat ( suhu + 40 C)biarkan selama 20 menit
17. Rebus dalam air mendidih sampai bakso mengapung sebagai tanda telah matang
18. Angkat bakso ynag telah matang dan masukkan ke dalam air dingin (air es ) + 15 menit
19. Angkat dan tiriskan
D. Penyajian
Bakso ikan data disajikan dalam bentuk rebusan dengan kuah atau digoreng sebagai makanan ringan

Sabtu, 26 Februari 2011

Budidaya Perikanan : Masa Depan yang Dijanjikan melalui Pengelolaan Berkelanjutan

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati (biodiversitas) terbesar ke-2 di dunia setelah Brazil. Negara maritim berupa kepulauan yang memiliki daratan yang terbentang dari Sabang hingga Merauke sekitar 1,9 km2 dan luas lautan sekitar 5,8 km2 dengan ribuan perairan, seperti sungai, danau, dan rawa; pulau-pulau yang berjumlah sekitar 17.000 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ini menyebabkan sumber daya perairan di Indonesia sangat melimpah dan beragam, ditambah lagi dengan kondisi iklim tropis menyebabkan hampir 45 % spesies ikan di dunia berada di negara ini.

Akuakultur atau yang lebih awam disebut sebagai budidaya perikanan merupakan subsektor pangan yang pertumbuhannya paling cepat di Indonesia. Statistik mencatat bahwa pertumbuhan subsektor ini sebesar 11 % per tahun dan mampu menyerap 2,5 juta lapangan pekerjaan per tahunnya(DKP). Budidaya perikanan air payau, tawar dan laut indonesia tercatat pada tahun 2007 telah menempati urutan ketiga terbesar setelah Cina dan India dengan produksi 2,7 juta ton per tahun. Sementara itu, China yang memiliki pantai dan sungai yang lebih sedikit daripada Indonesia mampu menghasilkan produksi sebesar 32,7 Juta ton per tahun. Hal ini menurut Dirjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan terjadi karena belum optimalnya pengelolaan akuakultur di Indonesia. Namun yang harus menjadi perhatian saat ini adalah akuakultur disinyalir mampu menopang perekonomian negara sebagai subsektor yang sangat menjanjikan untuk menjamin ketersediaan pangan di Indonesia. Ledakan penduduk yang sangat dahsyat telah menyebabkan terjadinya krisis pangan yang cukup signifikan sehingga perlu adanya suatu upaya diversifikasi pangan sebagai solusi mengatasi krisis tersebut. Dengan pertumbuhan produksi budidaya ikan yang terus meningkat setiap tahunnya, maka tidak mustahil jika budidaya perikanan menjadi alternatif bagi masa depan pangan di Indonesia (Suyoto, 2009)

Sejauh ini, subsektor budidaya perikanan memang menjanjikan masa depan bagi rakyat indonesia. Tidak hanya karena sumber daya alam yang melimpah ruah, tetapi juga sistem pengelolaan yang terus membaik (Suyoto, 2009). Tidak berlebihan jika mengatakan bahwa dengan sumber daya perairan yang begitu beragam dan melimpah, budidaya perikanan kelak akan mendominasi ekspor non-migas dan menjadi jaminan masa depan bagi segenap rakyat Indonesia untuk bertahan dari krisis pangan. Terutama dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap bahan makanan berprotein tinggi dan permintaan ekspor yang cukup tinggi dari negara-negara maju.

Hal yang demikian bisa saja terjadi jika pengelolaan budidaya perikanan juga memperhatikan konsep sustainability. Telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah seperti pengembangan teknologi akuakultur tepat guna, pengembangan sistem usaha akuakultur serta penerapan peraturan dan kebijakan yang mendukung pengembangan akuakultur. Konsep sustainability ini dirasa penting guna menjamin tersedianya sumber daya perairan agar tidak berkurang secara kualitas maupun kuantitas sehingga mampu menjadi solusi jangka panjang yang memadai. Pengelolaan sumber daya yang antroposentris harus mampu bersinergi dengan pemahaman sustainability sehingga diharapkan agar upaya-upaya peningkatan produksi budidaya perikanan mampu terus meningkat. Bercermin dari negeri China yang mampu mengkombinasikan budidaya perikanan dengan kebudayaan mereka sepertinya mampu menjadi acuan bagaiman konsep sustainability ini seharusnya diimplementasikan.

Aspek-aspek lingkungan juga penting sekali untuk diperhatikan, mengingat banyaknya jumlah polusi, degradasi lingkungan, dan pencemaran air yang terjadi mampu mempengaruhi kualitas dan kuantitas sumber daya perairan. DKP menyebutkan bahwa penurunan produksi akuakultur menurun sekitar 12 % di daerah-daerah perikanan yang rawan akan polusi air dan tercemar limbah, terutama limbah B3. Selain itu, kualitas ikan juga menurun dan mempengaruhi permintaan ekspor, akibatnya permintaan ekspor menjadi turun dan mengurangi produktivitas petani ikan. Ini berarti pengelolaan akuakultur harus memperhatikan aspek-aspek lingkungan guna menjaga ”nilai” dari tata kelola yang sustainability atau dengan kata lain pengelolaan berwawasan lingkungan yang ekosentris juga harus diterapkan dalam sebuah kerangka pemikiran yang parsial.

Di sisi lain, guna tercapainya pengeloaan akuakultur yang mampu menopang masa depan dan perekonomian Indonesia, maka kondisi sosial ekonomi petani budidaya juga perlu diperhatikan. Petani budidaya sebagai bagian integral dari akuakultur yang berkelanjutan harus mendapatkan perhatian yang lebih. Selama ini akses dan kontrol petani budidaya masih belum optimal, terutama petani budidaya yang tergolong miskin. Masih banyak petani ikan kesulitan untuk mengakses kredit bank bagi modal usahanya dan kurangnya infrastruktur pemasaran menciptakan jejaring sosial yang tidak mampu mendukung kualitas sumber daya manusia untuk produktivitas yang efektif dan efisien. Oleh karena itu pemberdayaan petani budidaya juga sangat penting guna menuju konsep sustainability yang sesungguhnya agar kehidupan petani, terutama petani miskin dapat menjadi lebih baik sehingga mereka memiliki kemampuan untuk meningkatkan produktivitas yang nantinya akan sangat berpengaruh terdapap pertumbuhan akuakultur
Berdasarkan kenyataan itu semua, statistik secara lugas memang menggambarkan potensi akuakultur yang sangat menjanjikan sebagai pondasi ketahanan pangan dimasa depan. Namun sekali lagi, konsep sustainability juga penting mengingat perlunya pengelolaan sumber daya perairan yang lebih terintegrasi guna menjaga kualitas dan kuantitas budidaya perikanan agar sesuai dengan harapan.

Cumi Asin Cabe Ijo

Bahan-Bahan :
3 sendok makan minyak
200 gram cumi asin, seduh dengan air panas, tiriskan
4 siung bawang putih, iris tipis
8 siung bawang merah, iris tipis
2 lembar daun salam
2 cm lengkuas, memarkan
10 buah cabai hijau, iris serong
3 buah tomat hijau kecil, belah-belah
2 batang daun bawang, ambil bagian putihnya, iris serong
4 buah belimbing wuluh, iris ukuran 1/2 cm
10 butir petai, belah jadi 2, iris tipis
1 sendok makan gula pasir
100 cc air
1/2 sendok teh garam

Cara Mengolah :
1. Panaskan minyak yang cukup banyak, lalu masukkan cumi,
goreng hingga setengah matang, angkat, sisihkan.
2. Panaskan minyak, tumis bawang putih dan bawang merah hingga harum, lalu
masukkan daun salam, lengkuas, cabai hijau, tomat hijau, daun bawang,
belimbing wuluh, petai, dan gula, aduk rata, masak hingga layu.
3. Masukkan cumi tadi, aduk rata, lalu tambahkan air dan garam, aduk rata,
masak hingga matang dan kental, angkat.
4. Sajikan Hangat

Senin, 14 Februari 2011

FISIOLOGI HEWAN AIR KOMSUMSI OKSIGEN

Disusun Oleh:


NAMA:ANDRITYAS SAMIR
STAMBUK:L 221 08 266
PRODI:BUDIDAYA PERAIRAN
KELOMPOK:VII (TUJUH)
ASISTEN :WARDIN DAN RUQAIYYAH


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2010

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Salah satu parameter yang biasa digunakan untuk mengukur kualitas suatu perairan adalah jumlah oksigen terlarut (DO), yaitu menempati urutan kedua setelah Nitrogen (Cole, 1991). Namun dilihat dari segi kepentingan untuk budi daya ikan, Oksigen menempati urutan teratas, karena dibutuhkan untuk pernapasan. Oksigen yang diperlukan untuk pernapasan ikan harus terlarut dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga jika ketersediaannya dalam air tidak mencukupi kebutuhan ikan, maka segala aktivitas dan proses pertumbuhan ikan akan tergangu, bahakan akan mengalami kematian. Menurut Zonneveld dkk.(1991), kebutuhan Oksigen mempunyai dua aspek yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuan konsumtif yang bergantung pada keadaan metabolisme ikan. Ikan membutuhkan oksigen guna pembakaran untuk menhasilkan aktivitas, pertumbuhan , reproduksi dll. Oleh karena itu oksigen bagi ikan menentukan lingkaran aktivitas ikan, konversi pakan, demikian juga laju pertumbuhan bergantung pada oksigen dengan ketentuan faktor kondisi lainnya adalah optimum.
Laju metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini memungkinkan karena oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui) untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya juga. Akan tetapi, laju metabolisme biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies hewan, ukuran badan, dan aktivitas (A.R, Biofagri, 2006).

Atas dasar inilah dilakukan praktek konsumsi oksigen (O2) pada ikan jenis air tawar mas koi (carasius auratus).
I.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum Fisiologi Hewan Air mengenai Konsumsi Oksigen adalah untuk mengetahui jumlah kebutuhan komsumsi oksigen pada ikan besar dan ikan kecil dalam mgO2/L/bb/jam dan mgO2/L/ekor/jam.
Kegunaan praktikum Fisiologi Hewan Air mengenai Konsumsi Oksigen adalah mahasiswa mampu mengetahui jumlah kebutuhan komsumsi oksigen pada ikan besar dan ikan kecil dalam mgO2/L/bb/jam dan mgO2/L/ekor/jam.

II. METODE PENELITIAN
II.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisologi Hewan Air mengenai konsumsi oksigen (O2) dilaksanakan pada hari Selasa, 16 Maret 2010 pada Pukul 14.00-16.00 Wita, di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

II.2 Alat dan Bahan
Tabel 1. Alat dan Fungsinya
NO Alat Jumlah Fungsi
1 Botol respirasi 3 Sebagai wadah respirasi
2 Botol BOD 4 Mengukur tingkat respirasi
3 Ember 2 Wadah menampung air
4 Stopwatch 1 Pengukur waktu
5 DO meter 1 Pengukur kadar O2 terlarut
6 Timbangan elektrik 1 Penimbang berat badan ikan (gr)

II.3 Prosedur Kerja
Pertama-tama menyiapkan alat dan bahan, selanjutnya mengisi ember dengan air laut sampai penuh. Kemudian ambil air sampel dari ember dengan botol BOD (Biologi Oxygen Demand) sampai tidak ada gelembung udara, lalu diukur kelarutan oksigennya dengan menggunakan DO meter, hasil pengukuran tersebut itulah DO awal. Setelah itu, air dari ember akan dialirkan ke botol respirasi ketiga-tiganya sampai penuh. Selanjutnya tiga sampel ikan akan dimasukkan ke botol respirasi sesuai dengan ukuran tubuhnya sampai tidak ada gelembung udara. Setelah itu akan diaklimatisasi selama 5 menit. Setelah itu di diamkan selama 15 menit, kemudian air di pindahkan ke botol BOD (Biologi Oxygen Demand) sesuai dengan botol yang diberi label. selanjutnya masing-masing air sampel botol BOD (Biologi Oxygen Demand) akan diukur kelarutan oksigennya dengan menggunakan DO meter. Kemudian sampel ikan yang ada dalam botol respirasi dikeluarkan dan ditimbang sesuai ukuran tubuhnya kecil dan besar dengan menggunakan alat timbangan elektrik yang berketelitian 0,001, data disajikan sebagai mg/O2/bb/jam. Konsumsi oksigen dihitung berdasarkan seklisi antara konsentrasi oksigen yang masuk (DO awal) dan keluar (DO akhir) dari botol respirasi.

DAFTAR PUSTAKA

Awaluddin,2007.Diktat Pembelajaran Kualitas Air.Sekolah Usaha Perikanan
Menengah (SUPM) Negeri Bone. Bone

Anonim, 2010. Air Sebagai Lingkungan Hidup. http://akuakulturunhas.
blogspot.com/diakses pada tanggal 17 Maret 2010.

Anonim, 2010. Ikan Mas. http://id.wikipedia.org/wiki/ diakses pada tanggal 17
Maret 2010.
Andrityas © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute